Menjadi manusia lewat Pendidikan berbasis koneksi

Image


Kalo diminta menggambarkan diri sendiri dalam 1 kata? Yasmina itu adalah: manusia.

Kalo disuruh ngecap diri dgn diagnosis ala2, keknya ya itu aja; MANUSIA.


Ciri-ciri ADHD ada di gua; kepala cepet bgt muter terus ga pernah berhenti dan lompat-lompat penuh ide gak keruan jelimet, badan gak bisa diem, tangan ga bisa diem, masalah sensori jelas nyata adanya, mulut gak bisa diem (kalo ga ngomong ya ngunyah), gue suka tantangan bahkan jarang takut dan gue susah tidur.

Tapi,
Gue bisa menyelesaikan hal-hal yang gue mulai dengan baik, gue runut dan bisa memetakan masalah dari ujung sampai pangkal. Gue bisa menjadwalkan diri sendiri dengan baik, disiplin, taat aturan (meski ngelawan aturan juga bisa kalo perlu). Yaaah maksudnya, gue cukup fleksibel sama berbagai perubahan.
Gue bisa ngomong depan orang banyak kalo diperlukan, meski sebetulnya ya gak suka. Gue suka rapi bersih dan keteraturan, gue gak suka dipegang dan dempet-dempetan, tapi gue suka megang orang bahkan meluk (asal gue yg mulai). Gue suka dengerin cerita orang dan bisa diem banget kalo di suasana baru.

Lalu ciri-ciri Highly Sensitive Person (HSP) juga ada di gue; gue gak tahan sama suara kencang dan lampu terang, gue bisa lihat, dengar dan merasakan sesuatu sangat dalam bahkan suara hati orang aja bisa kedengeran, gue suka sendirian dan bengong, gue gak tahan sama beberapa tekstur, gue gak suka small talk.

Tapi gue suka konser (keramaian yang gue gak perlu basa basi sama siapapun), gue suka keramaian kalo isinya circle yg gue nyaman, gue galak setengah mati, tapi gue mudah nangis kalo issuenya menyentuh sanubari. Gue lbh suka menyapa hewan dan tanaman ketimbang manusia, gue gak mudah tersinggung selama yang disinggung bukan karya.

Gue mudah sayang, tapi gak mudah percaya sama orang. Gue bisa memaafkan, tapi jarang (atau ga pernah?) ngasih kesempatan kedua.

Kalau secara MBTI, gue udah ngecek sampe 3 kali, hasilnya gak berubah: INTJ. Ini cocoklogi yang masih ngisi quiz kepribadian ya. Nah, kalau secara sensori tuh gue pernah belajar juga dari buku living sensationally; understanding your senses, kan setiap orang punya sensory patterns tuh.

Nah gue tuh lebih banyak ke seekers. Tau gak sih seekers? Seekers always want more, seekers can’t get enough; whatever seekers are interested in, they want more of it. Meskipun nih ya, at some point gue seringkali berubah menjadi si avoiders, yang leave the room when a crowd starts to gather, move away from people wearing cologne dan select solitary leisure activities. Ya si INTJ banget kan? Bayangkan, gue itu 87 persen introvert lho! Hahahhaa..

Apa dah itu diagnosisnya kalo bukan; manusia.

Yang jelas dari masa ke masa gue selalu berubah. Yasmina yg lo kenal waktu SD bukan yasmina yg sama waktu SMP. Begitu juga SMA, kuliah, kerja dan sekarang.

Tapi yang jelas gue nyaman sama diri gue sendiri dan hal yang paling gua suka di muka bumi ini adalah; BELAJAR.

Maka situasi dalam hidup gue jarang nyaman, karena tiap flow nya nyaman, gue pasti cari gara2. Mungkin karena gue sangat mudah bosan sama situasi stagnan, dan gue selalu penasaran.

Jadi yaudah, paling mudah menggambarkan gue dengan; MANUSIA. Karena gue gak terlalu percaya sama cocoklogi. Mengkotak2an diri dalam satu kelompok; zodiak, shio, MBTI, introvert/extrovert, sanguin/koleris/apalah. Ya gak fit in aja hanya dlm 1 cap.

I am all in between, karena gue manusia.

Dan anugrah paling hebat yang dikasih Allah untuk manusia adalah: OTAKNYA. Gila men, otak manusia tu punya jutaan fungsi lho dalam satu rangkaian yang saling sinergi. Tumbuh berkembang sesuai usia dan tahapan perkembangannya. Dari pembagian otak bagian bawah, dan otak bagian atas. Lalu otak kiri dan kanan. Sampai pembagian wilayah kekuasaan antara otak depan, tengah dan belakang.

Belum lagi neuron, sinaps, brain stem, cerebellum, wah gilaa sih otak kita itu miracle banget. With roughly 90 billion neurons creating immensely complex webs of connection, the brain not only controls the body, but also creates our ineffable sense of consciousness and identity.

Karena itu, gue juga jadi menyadari bahwa super power utama manusia: KEMAMPUAN ADAPTASI.
Sehebat-hebatnya hewan, kalo dia hewan gurun, ditaro di es ya mati. Vice versa. Lah manusia? Dimana aja bisa idup. Kan edan! Gue tuh pertama kali kenalan sama betapa mengagumkannya otak manusia itu dari kelas Positive psychology yang gue ikuti dan tentu saja dari miss Tia, si cerdas yang kalo ngobrol soal science sama gue gak ada ujungnya. Menyenangkan!

Sejak diperkenalkan pertama kali, gue langsung gak bisa berhenti belajar soal otak. Terlalu mengagumkan, gimana bisa berhenti, coba? Terlalu seru untuk dihentikan. Nah, karena belajar soal otak ini juga, gue akhirnya belajar soal cara-cara mengoptimalkan kemampuan otak dan diri kita sebagai manusia.

Dari mana? Tentu saja dari koneksi.

Attachment before achievement. Connection before correction

Manusia itu dimulai dari WHOLE CHILD, artinya each one of us is unique individual, shaped by many influences. Kalau mama dulu pernah berdecak kagum seraya mengatakan “Anak Cuma dua, tapi kaya bumi dan langit bedanya, padahal dulu di perut yang sama dan dibesarkan oleh orang yang sama..”
Ya kalau di agama kan diajarin bahwa kekuasaan Allah memang sebesar itu ya?! Bahkan setiap daun yang jatuh pun sudah merupakan ketentuan Allah, betul? Jadi memang enggak ada dua manusia yang sama persis. Makanya, enggak bisa diperlakukan sama persis.

Koneksi akan membantu kita memahami satu demi satu manusia, dan otomatis memperlakukannya sesuai dengan kebutuhan setiap orang tersebut. Karena empathy dan compassion kita sebagai manusia bisa tumbuh setelah terkoneksi.

Jadi apa sih koneksi itu? Kepercayaan dan rasa aman.

Artinya, sejak hamil, orang tua sudah memposisikan diri menjadi orang tua yang mengoptimalkan seluruh fungsi otaknya dengan baik. Tujuannya untuk mengaktifkan setiap bagian otak dalam rangka memberi rasa aman dan rasa percaya si anak ketika menjalani hari-harinya di dunia ini.

Pikiran kita terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang kita alami. Nah, ketika kita terkoneksi dan merasa aman, otak kita akan berkembang dengan pola seperti itu. Jadi, memori kita akan memproses seluruh pengalaman dan respon penuh cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh sosok yang mengasuh kita, dan menjadikan diri kita sebagai orang yang merespon dengan cara tersebut.

Maka, tanpa perlu cocoklogi, setiap manusia adalah whole child, pada awalnya. Kita punya elemen yang berbeda satu sama lain >> jika diasuh dengan koneksi, maka kita mampu beradaptasi dimanapun berada, apapun situasinya, bagaimana pun tantangannya.

WE’RE ALL IN BETWEEN! WE ARE HUMAN..

Apalagi gue orang Indonesia. Tau gak, Pancasila adalah warisan dari jenius Nusantara. Sesuai dengan karakteristik lingkungan alamnya, sebagai negeri lautan yang ditaburi pulau-pulau. Jenius Nusantara juga merefleksikan sifat lautan.

Sifat lautan adalah menyerap dan membersihkan, menyerap tanpa mengotori lingkungannya. Sifat lautan juga dalam keluasannya, mampu menampung segala keragaman jenis dan ukuran.

Mohammad Hatta melukiskan etos kelautan manusia Indonesia itu secara indah:
Laut yang melingkungi tempat kediamannya membentuk karakternya. Pecahan ombak yang berderai di tepi pantainya, dengan irama yang tetap, besar pengaruhnya atas timbulnya perasaan yang menjadi semangat bangsa. Penduduk yang menetap di daerah pantai saban hari mengalami pengaruh alam yang tak berhingga, yang hanya dibatasi oleh kaki langit yang makin dikejar makin jauh.

Bangsa-bangsa asing yang sering singgah di Indonesia dalam melakukan perniagaan dari negeri ke negeri, mendidik nenek moyang kami ini dalam pelbagai rupa, memberi petunjuk tentang barang-barang yang berharga dan tentang jalannya perniagaan. Last but not least, pertemuan-pertemuan yang tetap dengan bangsa-bangsa asing itu, orang Hindi, orang Arab, orang Tionghoa dan banyak lainnya, mengasah budi-pekertinya dan menjadikan bangsa kami jadi tuan rumah yang ramah.

Pada bangsa pelaut ini, keinginan untuk menempuh laut besar membakar jiwa senantiasa. Dengan perahunya yang ramping, dilayarinya lautan besar dengan tidak mengenal gentar, ditempuhnya rantau yang jauh dengan tiada mengingat takut (Hatta, 1960)

Iya, FLEKSIBEL. Iya, RESILIENS. Iya, INTERDEPENDEN. Iya, KREATIF. Iya, MAMPU BERKOLABORASI.

Makanya gue gak percaya sama teori kecocok2an itu. Manusia itu kalo kepepet makin jago. Manusia itu bisa terus berubah, dan bisa terus belajar, karena otak kita yang paling besar wilayahnya adalah si otak yang fungsinya untuk belajar.

Makanya hal yang paling menyebalkan adalah mendengar orang bilang “gak bisa” Cuma sebagai pembenaran karena dia “GAK MAU”..


Membangun pusat Pendidikan yang “melahirkan” manusia

Karena gue aneh, karena gue all in between, dan gak fit in di satu golongan doang, maka gue Menyusun kurikulum yang gue sesuaikan untuk semua jenis manusia. Yang menjadikan anak-anak itu manusia seutuhnya, alias bisa beradaptasi dimanapun.


Gue gak mau mengkotakkan pendidikan anak ke dalam 1 golongan aja, atau satu aliran Pendidikan saja. Anak lulusan ROOTS harus terkoneksi. Seperti apapun situasi mereka kelak, mereka bisa masuk dimana aja. Karena situasi hidup orang tua gak selalu ideal, maka anak berhak mendapatkan Pendidikan dasar yang memberikan kemampuan awal seorang manusia untuk beradaptasi.


Kemanapun nantinya mereka akan tinggal, bersekolah dan bergaul, anak-anak ini punya kemampuan untuk percaya dan merasa aman. Iya, terkoneksi…


**
Jadi sejauh ini, sebagai manusia aneh yang gak masuk di cap manapun, gue cuma yakin sama 2 hal. Gue percaya sama agama gue dan seluruh ajarannya, gue percaya bahwa gue orang Indonesia dan gue mencintai nilai dasar kebudayaan negara ini.


Sisanya gue fleksibel, kemana juga ayok, ngapain juga boleh, masuk golongan mana aja okelah. Neurodiversity, atypical, semua itu gue. Apa gue gak normal? Terserah deh.


Apa definisi normal, by the way?

Leave a comment