Saya ingat momen pertama kalinya, melihat papa menangis. Waktu dikabari bahwa eyang, ibu nya Papa, mengidap kanker stadium empat. Saat itu, saya ingat betul, Papa menutup telepon dan menitikkan air mata. Ia terdiam, termangu menatap telepon rumah, dan menghela nafas. Menit berikutnya, ia beranjak ke lemari buku, dan mengambil buku kecil berjudul “Cara pengurusan Jenazah” […]
Oh well, saya bukan penggemar Avril Lavigne. Bahkan saya enggak tau banyak lagu2nya. Tapi 2 pekan belakangan ini saya banyak menghabiskan waktu dijalanan.
Akhirnya dengerin lagu-lagu top 40 nya prambors.
Dan berakhir dengan mellow setiap lagu here’s to never growing up nya mba Avril ini dimainkan.
Jadi kangen…
Singing Radiohead at the top of our lungs
With the boom box blaring as we’re falling in love
Got a bottle of whatever, but it’s getting us drunk
Singing here’s to never growing up
Call up all our friends, go hard this weekend
For no damn reason, I don’t think we’ll ever change
Meet you at the spot, half past ten o’clock
We don’t ever stop, and we’re never gonna change
Say, won’t you stay forever stay
If you stay forever hey
We can stay forever young
Singing Radiohead at the top of our lungs
With the boom box blaring as we’re falling in love
Got a bottle of whatever, but it’s getting us drunk
Singing, here’s to never growing up
We’ll be running down the street, yelling “Kiss my ass!”
I’m like yeah whatever, we’re still living like that
When the sun’s going down, we’ll be raising our cups
Singing, here’s to never growing up
Oh whoa, oh whoa, here’s to never growing up
Oh whoa, oh whoa, here’s to never growing up
We live like rock stars, dance on every bar
This is who we are, I don’t think we’ll ever change (hell no!)
They say just grow up, but they don’t know us
We don’t give a fuck, and we’re never gonna change
Say, won’t you stay forever stay
If you stay forever hey
We can stay forever young
Singing Radiohead at the top of our lungs
With the boom box blaring as we’re falling in love
Got a bottle of whatever, but it’s getting us drunk
Singing, here’s to never growing up
We’ll be running down the street, yelling “Kiss my ass!”
I’m like yeah whatever, we’re still living like that
When the sun’s going down, we’ll be raising our cups
Singing, here’s to never growing up
Oh whoa, oh whoa, here’s to never growing up
Oh whoa, oh whoa, here’s to never growing up
Say, won’t you stay forever stay
If you stay forever hey
We can stay forever young
Singing Radiohead at the top of our lungs
With the boom box blaring as we’re falling in love
I got a bottle of whatever, but it’s getting us drunk
Singing, here’s to never growing up
We’ll be running down the street, yelling “Kiss my ass!”
I’m like yeah whatever, we’re still living like that
When the sun’s going down, we’ll be raising our cups
Singing, here’s to never growing up
Hihihihi…dulu itu lucu amat ya. Gak sih, saya enggak akan bilang ‘kaya gak ada beban hidup’ hahaha dulu justru rasanya beban hidup saya JAUH lebih berat ketimbang sekarang.
Tapi, karena punya banyak temen, orang-orang yang selalu ada, selalu rame dan selalu bikin ngakak tiap hari, jadi rasanya happy terus.
Like a family i never had.
Haha.. miss y’all..
We are, we are, Not your ordinary fama-mily
But we can all agree that
We are, we are
Close as close can be
So it don’t matter what it looks like, We look perfect to me
We got every kind of lover, We’re so lucky indeed
They can keep on talking, It don’t matter to me cause
We are, we are family
We are are are are (We are are)
We are are are are (We are are)
We are are are are (We are are)
We are, we are family, family, family
We are, we are family
So what? We don’t look, we don’t act
We don’t walk, we don’t talk, Like you do
So what?
If we hang just a hang and no shame
We both do what we want to
Cause we come from everywhere, Searching for ones to care
Somehow we found it here, We found us a home
We are, we are
Not your ordinary fami-mily
But we can all agree that
We are, we are
Close as close can be
So it don’t matter what it looks like, We look perfect to me
We got every kind of lover, We’re so lucky indeed
They can keep on talking, It don’t matter to me cause
We are, we are family
Ok, so the links in our chains makes us strange
But really they make us stronger
And no one would replace not a thing
Mother or father
Cause we…
Cause we come from everywhere, Searching for ones to care
Somehow we found it here, We found us a home
We are, we are
Not your ordinary fami-mily
But we can all agree that
We are, we are
Close as close can be
So it don’t matter what it looks like
We look perfect to me
We got every kind of lover
We’re so lucky indeed
They can keep on talking
It don’t matter to me cause
We are, we are family
Saya suka sendirian, suka sekali. Jalan-jalan, dirumah, makan, nonton, baca buku, banyak hal menyenangkan saat dilakukan sendirian. Banyak..
Tapi, sendirian diluar angkasa?
***
Sudah nonton Gravity?
Saya enggak akan cerita detail soal film ini, bagaimana kisahnya, tekniknya, aktingnya, dan lain lain. Karena yang saya rasakan saat credit title nya keluar, hanya, air mata. Saya bisa menempatkan diri dalam posisi Ryan Stone (Sandra Bullock) saat harus sendirian. Benar-benar sendirian. Di luar angkasa.
Pada awalnya, menyaksikan film berdurasi 90 menit ini, di teater IMAX3D, rasanya seperti berada di gedung planetarium. Menjadi penonton dari obrolan yang menyenangkan dari Matt Kowalsky (George Clooney) dan dr Stone saat melakukan tugasnya bersama rekan-rekan explorer, saya jadi ikut melayang ringan. Film ini mengawali aksinya dengan sangat smooth.
Dan mengakhirinya dengan air mata.
Kenapa?
Sebab, setelah adegan dialog yang menyenangkan di awal, mulailah segala kegelisahan film ini. Sebuah satelit Rusia mengalami tabrakan, dan menciptakan sebuah badai debris.( Fyi, badai ini membuat saya yang duduk manis di bioskop mengenakan kacamata 3D, mencelat ke kiri dan kanan karena rasanya seperti benar-benar tertabrak. Hihihi ndeso.)
Badai dahsyat ini menghancurkan space station mereka. Dan dari seluruh kru, hanya Matt dan Ryan yang selamat. Itu juga setelah Ryan sempat terpental sendirian entah kemana.
Melayang berdua di luar angkasa, mencari space station yang menjadi satu-satunya tiket pulang ke Bumi. Oksigen yang amat minim, keterbatasan komunikasi, ditambah kepanikan Ryan membuat jantung saya ikut berdetak kencang. Tadinya, saya pikir, mereka akan terus berjuang berdua agar bisa kembali ke bumi.
Ternyata…tidak.
Ryan Stone harus berusaha sendirian.
dr Stone: ‘Don’t let go’ | Matt: ‘You gotta learn to let go’ —-foto dari Rotten Tomatoes
Mulai dari scene ini, jantung berdebar saya beralih ke mata yang panas. Rasa takut, panik, gak bisa bernafas, sedih, yang dirasakan Stone, bisa saya rasakan. Kalo jadi dia, saya udah pasti nyerah. Heuh..
Setelah itu, ah, air mata tidak bisa berhenti mengalir. Betapa rumitnya kondisi yang dia alami. Ditambah bumbu drama ingatan Ryan akan kisah putri satu-satunya yang meninggal di usia 4 tahun, oh no.
Kisah tentang ‘sendirian’ ini sebenarnya sudah lumayan banyak. Life of pi, misalnya, yang masih anget filemnya. Buku dan film itu juga bercerita soal kesendirian pi patel terombang ambing di lautan selama beratus hari. Tapi gravity ini berbeda.
Sebab, life of pi, menceritakan kesendirian dalam waktu yang lama. Sementara gravity bercerita soal kesendirian, kepanikan, kesedihan, dan harus. HARUS, diselesaikan dalam waktu secepatnya, karena dia berada di luar angkasa. Dia enggak punya waktu sebanyak Pi Patel.
Dalam waktu yang amat singkat tersebut, Ryan seolah diminta untuk belajar begitu banyak hal. Belajar melepaskan, belajar mandiri, belajar teknis spaceship, belajar move on, dan belajar untuk tidak pernah menyerah. Gila.
Hebatnya, di film ini, saya benar-benar bisa menempatkan diri dalam posisi dr Stone. Mungkin karena banyaknya pengambilan gambar yang lama tanpa potongan (long shot), jadi mau gak mau bikin saya konsentrasi dan larut kedalam film? Atau karena Cuaron banyak mengambil gambar point of view, jadi saya bisa melihat adegan dari mata si Stone?
Atau mungkin karena saya emak-emak?
Cuaron, mempersembahkan filem ini untuk ibu nya. Maka banyak simbol yang mengungkapkan hal itu dalam film ini. Banyak shot menampilkan pose yang terkait dengan motherhood, fetal position, dan sebagainya. Mungkin saya, tanpa sadar, memosisikan diri masuk kedalam film ini. Maka, jadi begitu mudah mengidentifikasi diri dengan apa yang dirasakan Ryan Stone?
Apapun itu, yang jelas, lebih dari 1 jam saya mewek. Haha..padahal filmnya aja Cuma 90 menit.
***
Saya bukan penggemar film sci-fi, tapi Gravity, dimata saya, bukan film sci-fi. Filem ini drama, dan dalem buat orang yang susah move on kaya saya. Bukan sekadar film yang bercerita soal astronot yang harus bertahan hidup, tetapi kisah tentang KENAPA si astronot ini harus survive.
Tegang, kagum karena aspek visual dan sinematografi yang CAKEP itu, buat saya, cuma rasa pendamping. Yang paling terasa buat saya justru kesedihan, ketakutan, kepedihan,dan rasa-entah-harus-gimananya Ryan. Sandra Bullock, saya enggak nyangka dia bisa menggambarkan semua itu dari aktingnya. *TepokTangan*
Masih terngiang di kepala, saat Ryan kehilangan kesadaran dan hampir menyerah, tetiba ada Matt dan bilang “What’s the point of going on, what’s the point of living?” …
Ah..
(Btw, thank u kakak andrisaubani, kalo bukan karena review nya disini, mungkin hari itu, saya lebih milih nonton cloudy with a chance of meatballs 2. Karena nonton bioskopnya kan harus sama si bocah. Ohiya, film ini aman ditonton bocah, Cuma untuk bocah yang udh pinter ngomong harus hati-hati dikit sama dialognya. Rada banyak kata-kata kasar…)
Siapa orang Indonesia yang enggak suka dipijat? Jarang ya kayanya… Saya termasuk didalamnya, saya SANGAT SUKA dipijat. Dan saya enggak suka dipijat di tempat spa. Itu bukan dipijat, itu dielus-elus. LOL Buat saya pijatan mpok-mpok pijat yang mau dipanggil kerumah dan bau minyak angin itu paling nikmat. Tangannya yang kasar karena biasa bekerja, aroma asyem-asyem […]