Monthly Archives: July 2021

Kabar duka bukan hal biasa!

Image

Iya, bukan. Meski belakangan sepertinya kabar duka berseliweran sehari 10 kali di lini masa sosial media, namun hati saya tidak pernah mengizinkan untuk menerima bahwa hal ini adalah hal biasa.

Bukan, karena setiap nyawa berharga, saya percaya. Tidak ada satu nyawapun yang bisa dianggap hal lalu begitu saja, dan terlupakan bagai asap bakaran sampah yang lambat laun akan hilang terbawa angin.

Hari ini, Sabtu 17 Juli 2021, saya kehilangan lagi. Pekan lalu kabar kehilangan datang dari dunia kerja di republika dulu, kawan yang hatinya baik dan orang yang menyenangkan, berpulang lebih dulu.

Sementara hari ini, seorang teman satu sekolah dari TK-SD-SMP meninggal dunia. Kami bukan sahabat dekat, bukan teman nongkrong, hanya pernah 1 kelas di kelas 2 SMP sekali dan saat itu cukup dekat. Namun, ia menikahi sahabat saya, orang yang dari SMP hingga kini masih sering keep in touch dan saling mengabari.

Jadi hubungan saya dan mereka cukup erat. Namun hari ini, saya menangis hingga sesenggukan karena, pasangan romantis ini….punya enam orang anak. Iya, ENAM, kamu gak salah baca.

Enggak, saya gak nyalahin mereka karena punya enam anak. Punya anak berapapun gak ada yang salah, karena itu preferensi setiap orang dan bukan urusan saya. Tetapi karena keseharian saya ada di dunia anak, mengurus dunia Pendidikan, membersamai orangtua dan anak-anak, maka Ketika pagi tadi mendengar kabar ia meninggal, yang pertama ada di kepala adalah…sahabat saya akan jadi single father dari enam anak. Lalu bagaimana mengabarkan anak-anaknya? Bagaimana ini bagaimana itu…

Iya Yasmina overthinking Hasni.

Iya, meninggal karena covid. Mereka isoman sekeluarga, dan teman saya ini sedang hamil 35 pekan. Ketika mengalami penurunan, dokter memerintahkan untuk melahirkan anaknya segera. Alhamdulillah si bayi lahir sehat, namun dua hari setelah melahirkan, ia sudah menjadi piatu.

Hati saya teriris-iris pedih sekali membayangkannya. Saya aja, ditinggal mama meninggal di usia dewasa, rasanya masih seperti dilepas sendirian di Mars hingga hari ini. Sementara ini anak-anak kecil, enam orang, ditinggal ibunya, apa rasanya?

Gusar sekali rasanya hati saya, karena kondisi ini tidak mengizinkan saya berangkat untuk langsung menemani sahabat saya. Saya menangis kencang, karena ingiiiin sekali hadir disana. Ngapain kek, sekadar bawain minum, ngingetin dia untuk makan, atau ya duduk aja disana nemenin dia nangis.

….

Ia dan istrinya adalah manusia yang baik hati, dan enggak pernah pamrih. Sahabat saya ini, adalah orang yang enggak pernah nanya dua kali kalau tau saya sedih, dia akan tiba-tiba muncul dan nemenin saya. Dia adalah manusia yang selalu siap jagain saya yang bandel, dan penyakitan. Dia adalah teman yang selalu siap ngingetin saya kalau melenceng keluar garis.

Sementara hari ini, saya tau, adalah ujian yang super berat buat dia. Dan saya, gak bisa nemenin. Saya gak bisa hadir disana buat dia. Saya gak bisa melakukan apa2 untuk anak-anaknya. Perasaan enggak berguna ini membuat saya resah.

Namun kemudian saya sadar, ini bukan tentang saya. Ini tentang dia, dan rasa kehilangannya. Saya enggak akan pernah tahu rasanya jadi dia atau anak-anaknya karena saya belum pernah ada di posisi itu.

Iya saya tau rasanya kehilangan ibu, tapi saya yakin pasti beda rasanya. Pasti enggak bisa dibandingkan. Dan saya juga enggak tau rahasia Allah dibalik kejadian ini. Saya engak bisa overthinking dan terus mencari solusi untuk mereka, karena itu bukan urusan saya, ini takdir. Ini kuasa Allah yang enggak bisa dibantah.

….

Maka yang saya lakukan kemudian adalah mengirimkan pesan. Mengatakan bahwa saya ada, saya siap bantu apapun yang bisa saya bantu. “Lo jangan sendirian ya, jangan ngerasa sendiri, gue disini. Lo butuh apa aja, bilang. Gua akan usahain apapun itu buat lo dan anak-anak…”

Kemudian saya hadir di acara do’a Bersama virtual untuk istrinya yang dikenang sebagai orang baik. Hingga membuat saya Kembali mengingat pepatah “Orang baik cepat dipanggil…” pasti sering dengar juga kan?

Karena sementara ini, ya hanya hal itu yang bisa saya lakukan, dan saya upayakan untuk melakukannya dengan baik dan sepenuh hati. Semoga do’a saya sampai, dan ada manfaatnya.

Sementara saya yang masih dikasih kesempatan hidup ini, terus mengucap syukur dan memeluk kedua anak saya. Karena saya, hari ini, diajarin lagi sama Allah soal waktu. Iya, waktu itu ada batasnya. Hidup kita Cuma sementara. Well actually, semua hal itu Cuma sementara, Bahagia, sedih, marah, miskin, kaya, wabah, semua itu sementara.

Ada batasnya. Ada endingnya.

Saya tau, enggak ada satupun yang bisa memastikan, besok saya masih bangun dan bisa ngomelin Abib karena bangun kesiangan lagi apa gak. Enggak ada satupun dari kita yang tau, apakah saya masih akan dikasih kesempatan lagi atau gak.

Maka, kini hal berikut yang bisa saya lakukan adalah menjadi manusia yang terus berusaha untuk semakin hari semakin baik. Menjadi ibu yang lebih baik lagi. Karena saya percaya betul bahwa semua hal yang terjadi pada kita adalah ketentuan Allah, dan pasti yang terbaik.

Pelajaran penting lagi; cek temen-temennya. Cek aja. Sekarang kan mudah buat ngecek orang, whatsapp orang, dm orang. Say hi, apa kabar, semoga Allah menjaga lo ya…

Gak mahal dan gak susah, tapi percayalah rasanya berarti betul.

….

Banyak orang hebat yang lahir dari ujian berat. Banyak orang hebat yang masa kecilnya sangat miserable. Jadi, saya percaya, sahabat saya ini pasti bisa menjadi ayah yang baik untuk 6 anaknya. Ia pasti bisa mengasuh dan mendidik mereka hingga dewasa kelak.

Saya tau, gelasnya kasih sayangnya selalu penuh untuk dibagi. Saya mungkin bisa overthinking membayangkan bagaimana masa depan anak-anak ini kelak? Namun Allah yang lebih tau. Allah yang punya kuasa dan apapun yang akan terjadi pada mereka, itu pasti yang paling baik.

Kemampuan berpikir saya kan terbatas, karena saya hanya manusia. Namun saya bisa berdoa, dan saya akan terus berdoa untuk mereka, juga bagi setiap anak yang harus kehilangan ibu di usia yang sangat muda.

Semoga Allah selalu menjaga dan sebaik-baik penjagaan adalah penjagaan Allah, bukan?

I’m Back!

Image

Hi yasminahasni.com

Ya ampun aku membiarkan blog ini kosong melompong begitu saja selama bertahun-tahun. Padahal, biasanya saya berbagi seisi dunia disini.

Well, sekarang memang ada Instagram, dan sepertinya saya bisa berbagi banyak dengan sekali klik dan bisa langsung berinteraksi. Adakah mereka yang masih nge-blog, hari gini?

Sekarang Blog sepertinya sudah terendam VLOG dan platform-platform social media lainnya ya, saya jadi kerap lupa caranya menulis panjang dengan Bahasa yang baik. Seringkali menulis curhatan di Instagram dengan gue-elo. Hehehhee

Sayang ah, padahal kan setiap tahun bayar. Masa gak dipakai?

Baiklah, let’s see apakah bisa berkomitmen dengan blog lagi?

Padahal sejak tahun 2019 sudah banyak yang saya masukkan ke list, topik2 yang mau ditulis di blog. Tapi terlupakan begitu saja, karena tenggelam dalam kesibukan bekerja juga mengurus dua anak yang sepertinya enggak habis-habis urusannya.

Yang satu pre-teen, ya Allah ampun deh ini mah melebihi toddler tantangannya. Sementara yang satu, bulan ini 3 tahun usianya. Iya, Naira sudah 3 tahun. Cepat sekali ya waktu berlalu. Begitu juga dengan Roots, yang terus menerus kami usahakan agar bangkit terus dan terus meski diterpa badai keras pandemi.

Enggak, pandemi enggak membuat saya jadi lebih banyak waktu nganggur. Justru pandemi memaksa saya untuk terus berinovasi, berpikir kreatif, mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, hingga terus mengingat kenapa saya melakukan semua ini. Untuk siapa. Untuk apa..

Tidak mudah sama sekali. Berat dan keras rasanya hingga bahu saya kaku terus —well tentu juga karena tidak berani pijit, karena pandemi. Hehehehe…

Namun saya yakin, ada jalan terang kok. Akan ada jalannya, karena selama ini pun selalu ada jalannya. Manusia kan diciptakan untuk terus berkreasi dan mampu bertahan hidup.

Oke, saya janji ini adalah kembalinya Yasmina di WordPress dan saya akan Kembali rutin menulis panjang, seperti dulu. Saya harus tetap melatih agar rentang konsentrasi enggak ikut2an gen Z yang pendek. Saya menulis karena saya suka. Saya menulis untuk anak-anak, kelak mereka dewasa nanti mereka bisa membaca apa yang saya ujarkan kepada dunia mengenai dunia saya, dan hidup Bersama mereka.

Karena tidak ada yang lebih menyenangkan ketimbang menjadi ibu…

Bulan lalu kami sempat liburan ke Sumba!