Bulan lalu, saya, Poe dan Abib plus keluarga paman saya, berkunjung ke Taman Safari- Cisarua. Tempat, yang saya pikir menyenangkan untuk ajak Abib berkeliling. Luas, adem, dan banyak hewan untuk dilihat, diberi makan, bahkan disayang-sayang.
Saya gak mau cerita soal bagaimana taman safari, dan bagaimana kondisi hewan-hewannya. Yang jelas, Abib senang. Apalagi saat dia, untuk pertama kali dalam hidupnya yang baru 20 bulan itu, menunggangi gajah. Hewan besar yang selama ini hanya dilihatnya di tivi atau di filem kartun.
Senang sekali dia kelihatannya, karena hingga beberapa hari kedepan, dia kerap mengulang-ulang. “GAJAAAAH” kemudian duduk diatas guling dan bergerak-gerak seolah ada diatas tubuh gajah. Menggemaskan. Kadang ia juga mengambil handphone saya dan meminta diperlihatkan fotonya saat berada diatas gajah yang super besar.
Kembali ke Taman safari, saat Abib dan sodara-sodaranya sedang asyik berkeliling, saya yang nasibnya sudah ditakdirkan jadi tukang poto keluarga (artinya jarang nongol di foto-foto, errr..) akhirnya mengobrol aja dengan si suami yang demen baca.
Saya sempat nanya, bagaimana cara melatih gajah. Karena saya melihat pertunjukan gajah, dan para pawang hanya mencolek sebuah spot di leher gajah dengan lembut, atau mengelus bagian kepala, untuk membuat para gajah itu duduk, menaikkan belalai dan melakukan berbagai perintah lainnya.
Dia bilang, “Ingatan gajah itu memang kuat, tapi akalnya tidak sepandai manusia.”
Jadi, pelatihan awal gajah, para pawang menggunakan tungkai yang cukup tajam untuk membuat gajah bisa mematuhi perintah-perintah yang diberikan. Setelah beberapa lama, tungkai tajam itu berganti tangan, dan bahkan ujung jari. Namun, yang ada di ingatan gajah, jari lembut tersebut tetap tungkai tajam yang menyakitkan. Maka, mereka bisa mengikuti order yang diberikan.
Begitu juga dengan rantai kaki. Waktu masih bayi, mereka dilatih untuk bisa disiplin diam di satu tempat dengan menggunakan rantai. Awalnya, semua gajah pernah mencoba untuk melepaskan rantai tersebut. Sayangnya gagal, karena rantai lebih kuat daripada gajah mungil.
Maka hal itulah yang ada di ingatan gajah. Rantai di kakinya kuat, tidak bisa dilepas. Saat mereka beranjak dewasa, acapkali kakinya dirantai, mereka tak pernah lagi berusaha melepaskan kaki dari rantai yang membelit itu. karena sepanjang ingatannya, rantai tersebut lebih kuat dari tenaganya, dan tidak bisa dilepas. Padahal, kalo menurut perhitungan saya, rantai itu akan sangat mudah ditarik dan putus oleh gajah-gajah ukuran raksasa tersebut.
Fakta lainnya tentang gajah adalah, tulisan yang saya baca disini. Ini dia:
“Ketika kesepakatan internasional melarang perdagangan gading gajah tahun 1989, tinggal tersisa sekitar sejuta gajah di Afrika dan sekitar 7.5 persennya diburu gadingnya per tahun. Sekarang, tersisa kurang dari separuhnya saja, namun masih saja kita kehilangan sekitar 8 persennya karena pemburu gading.
Pada dasarnya, para pemburu gading gajah telah melakukan tugas seleksi alam pada para gajah. Karena gajah dengan gading yang bagus diburu dan dibunuh, maka mereka memiliki keturunan yang lebih sedikit daripada gajah dengan gading jelek. Akibatnya, jika sebelumnya hanya 2 hingga 5 persen saja gajah Asia yang lahir tanpa gading, sekarang naik hingga 38 persen. Lebih dari sepertiga populasi gajah!
Seleksi alam ikut bekerja disini. Gajah cewek lebih memilih gajah tanpa gading daripada gajah bergading, sehingga keturunannya lebih mungkin tanpa gading, dan karenanya lebih mungkin bertahan hidup dari serangan para pemburu. Perhatikan evolusi ini terjadi hanya dalam tempo sekitar satu abad, semenjak para kolonial eropa mulai tertarik menjadikan gading gajah liar sebagai komoditas ekspor.”
Ternyata sampai sebegitunya ya, trauma gajah. Sesusah itu buat move on. Sampai harus ber-evolusi segala, saking mengerikannya tantangan mutakhir yang harus mereka hadapi. Kekejian manusia. Maka kini kehidupan gajah, yang seharusnya memiliki gading untuk bertahan hidup, melindungi diri dari musuh-musuhnya di alam liar, telah berubah total. Mereka lebih aman hidup tanpa gadingnya, agar aman dari satu-satunya musuh: manusia.
Yess, trauma melihat kerabatnya yang dibantai dan mati tanpa gading membuat gajah harus berevolusi.
Nah, begitulah gajah, mahluk anti move on kalo kata Andri si pemuja gajah. Iya ya, ingatan gajah memang kuat, tapi akalnya tidak secerdas manusia.
Eh, masa sih?
Bukannya itu yang disebut trauma? Hal yang terjadi, hal yang buruk, dan gak bisa dilupakan, maka sampai kapanpun, sepertinya hal itu yang akan terjadi.
Misalnya, cerita seorang kawan yang memutuskan untuk tidak akan menikah, karena trauma pada laki-laki. Sepanjang masa kecilnya, begitu banyak pelecehan yang ia terima. Baik fisik, mental dan ekonomi. Semua dilakukan oleh laki-laki. Maka sampai dewasa, yang dikepalanya ya demikian. Laki-laki itu BRENGSEK.
Sama kan ya, dengan gajah?
Coba berapa banyak orang yang tenggelam dalam trauma, dan tidak mampu mengatasinya kemudian move on? Sepertinya banyak.
Saya sendiri juga banyak menyimpan trauma yang suliiiiiit sekali dilupakan.
Meskipun sudah begitu banyak hal baik yang Tuhan berikan, sudah begitu banyak nikmat yang kita dapatkan, tapi, trauma itu terus aja nempel. Seolah dunia ini sudah runtuh dan gak ada lagi besok.
Sejak mendengar cerita gajah itu, saya jadi malu. Haha…ternyata akal saya enggak lebih baik dari gajah. Kita sebelas dua belas, jah! 😀
Tapi kan harusnya tidak demikian kan, ya? Harusnya saya lebih cerdas dari gajah, saya kan manusia, diciptakan Tuhan untuk lebih unggul wqdari mahluk lain. Agar kedepannya, saya bisa melakukan hal-hal baik demi kebaikan seluruh mahluk.
Masa saya enggak belajar. Belajar buat move on dari semua hal yang pernah membuat saya takut. Belajar percaya bahwa Tuhan itu ada, dan selalu melindungi saya. Belajar memahami bahwa banyak hal indah yang harus saya syukuri, ketimbang mengutuk dan menyalahkan pengalaman buruk dari orang lain.
Hidup saya itu hari ini dan besok, lusa, tahun depan, dan seterusnya. Bukan kemarin atau dulu waktu kecil. Ya kan?
Hehe..
Terimakasih ya gajah-gajah di Taman Safari, kalian sudah bikin saya malu sekaligus belajar banyak. Dan kalian juga sudah sukses bikin Abib bahagia karena pernah keliling naik gajah.