Langkah Kecil Buat ASI

Gallery

Jadi inget cerita temen di kantor,

Dia lagi iseng ngobrol2 sama satpam. Kemudian si pak satpam cerita bahwa istrinya lagi hamil. “Saya lagi ngumpulin uang mbak, nabung biar punya uang cukup. Jadi nanti anak saya bisa  minum susu kaleng yang paling bagus. Biar sehat, biar pinter,” kata dia lugas.

Temen saya yang denger kata2 itu, sebagai wartawan desk kesra yang banyak nulis soal ASI, tentu saja langsung ngamuk2. Hehehe,,,

Iya, jadi inget juga kata2 Utami Roesli, Ketua Umum Sentra Laktasi Indonesia. Waktu itu saya wawancara dia, dan dia cerita bahwa ASI sebenarnya adalah jawaban buat orang menengah kebawah. Karena, tentu saja, selain lebih sehat, ASI jauh lebih murah. Waktu itu, bu Utami ngomong begini:

“Nah ini menarik. Begini, kalau saja dalam setahun bayi yang lahir sudah sebanyak 4,5 juta, dan kita menolong dengan memberikan ASI eksklusif yang 6 bulan saja. Dengan mengira-ngira harga susu Rp 45-200 ribu, saya ambil tengah-tengah Rp 60 ribu. Maka, ada Rp 14.866 triliun yang bisa dihemat pertaun.

Kalau saya ngomong politik, kasus bail out bank century yang Rp 6,7 triliun ya tak ada apa-apanya. Coba dibayangkan dalam satu keluarga yang penghasilannya Rp 500 ribu perbulan, selama enam bulan, penghasilannya kan hanya Rp 3 juta. Kalau keluarga itu memaksakan beli susu formula yang Rp 60 ribu saja, maka dalam waktu 6 bulan ia harus mengeluarkan Rp 3,6 juta, dengan perkiraan penggunaan susu formula sebanyak 55 kaleng. Sudah jelas tidak cukup kan dananya.Kalau sudah begitu, apa yang dia lakukan? dia akan mengencerkan susu yang diberikan buat anaknya. Jelas semakin kurang gizi, dan bodoh sebab ada 15-20 persen sel otak yang akan mati.

Padahal uang itu akan lebih baik jika ia belikan makanan bergizi, tak perlu yang mahal, yang penting ada karbohidrat, sayur, dan protein yang cukup. Tidak perlu mahal, bisa tempe, tahu atau ikan, serta banyak air mineral. ASI nya akan berlimpah, dan anaknya jadi lebih sehat, cerdas, tanpa harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk susu formula. Apalagi, pemberian susu formula terlalu banyak akan membuat anak 16 kali lebih sering dirawat di rumah sakit, darimana lagi uangnya?”

Sebelum saya wawancara sama Bu Utami, saya juga enggak ngerti sama sekali soal dunia per-ASI-an dan susu formula. Tapi sejak wawancara itu, saya jadi sedih. Industri susu mengerikan sekali ya?

Padahal, masih menurut Bu Utami, “Anak yang diberikan ASI sesuai dengan idealnya, akan lebih jarang diare, bahkan terhindar dari radang paru-paru. Tapi yang saya selalu angkat, 5 penelitian ilmiah menemukan bahwa anak-anak dengan susu formula akan lebih sering terkena kanker anak.

Selain itupun ASI jelas menghindari anak terkena gizi buruk dibandingkan anak yang terus mengonsumsi susu formula. Anak yang terkena gizi buruk 20 persen sel otaknya mati dan tidak dapat dihidupkan kembali. Kalau otaknya sudah bolong, bagaimana mau dikasih hak pendidikan.

Terakhir, penelitian yang melibatkan 2.900 ibu hamil yang begitu lahir, anaknya diikuti sampai usia 14 tahun untuk di cek tingkah lakunya. Kesimpulannya, makin lama disusui, semakin jarang terjadi gangguan mental anak dan remaja. Ada beberapa withdrwal (menarik diri), anxiety, depresif, psikosomatis (penyakit psikis tapi menyerang fisik), gangguan cara berpikir, gangguan perhatian, termasuk autism di dalamnya, gangguan bersosialisasi terhadap lingkungan luar, agresif, dan kenakalan remaja, merupakan beberapa gangguan mental yang dialami oleh anak dengan konsumsi susu formula yang lebih banyak dari ASI.”

Sayangnya, hal yang paling menghambat kemajuan sosialisasi pentingnya ASI adalah: PROMOSI BESAR2AN SUSU FORMULA.

Well, kalo saya buka web http://theurbanmama.com atau http://mommiesdaily.com dan http://aimi-asi.org keliatan bahwa mostly ibu-ibu maupun bapak-bapak sudah mengerti soal pentingnya ASI. Udah sangat concern bahwa ASI jauuuuh lebih baik ketimbang susu formula. Dan gimanapun ribetnya, pasti akan ngotot ngasih ASI eksklusif enam bulan pertama, trus ngasih ASI dan MPASI sampe anaknya usia 2 tahun. Malah jadi banyak variasi barang-barang yang memudahkan ngasih ASI, dari cooler praktis, breast pump, nursing apron, sampe botol/plastik buat simpen ASI yang sekarang gampang didapetin.

Tapi, itu terjadi di kalangan ibu-ibu yang “makan bangku sekolahan” a.k.a kalangan menengah keatas. Bergaul akrab dengan internet, punya kemampuan baik untuk menyerap informasi terkini, dan sadar akan bahayanya televisi. Sementara apa yang terjadi di kalangan menengah kebawah? Ya pikiran satpam kantor saya itulah. Masih meyakini bahwa semakin mahal susu formula yang dikonsumsi, ya semakin cerdas dan sehatlah anaknya.

Di tivi, iklan susu formula itu emang sama besarnya dengan iklan rokok. Sama megahnya dan sama menggiurkannya. Siapa sih yang ga mau punya anak gemuk, lucu, sehat, dan paling pinter di kelas kaya yang ada di iklan-iklan itu? Damn.

Jadi ya, boro-boro sampe ke cloth diaper dan concern pada penyelamatan lingkungan dengan ngurangin sampah plastik. Manfaat ASI dari hari pertama lahir saja gak sampe. Sayang banget ya? Padahal sudah lebih sehat, lebih hemat, ASI kan juga lebih praktis. Coba deh, gak perlu ribet cari air anget dimana-mana buat bikin susu, gak perlu bawa barang2 berat kemana2. Udah ada di badan, tinggal diisep.

Saya tau sih, pemecahan paling mudahnya adalah dengan membatasi iklan susu formula, atau minimal, pemerintah beranilah ngebongkar soal skandal sufor yang kena bakteri itu. sebagai bukti bahwa mereka peduli sama rakyatnya. Tapi enggak berani, kan? Udah biasa lah ya…

Jangan takut!! Kita bisa kok melakukan langkah kecil buat menyosialisasikan ASI. Stop nyalahin pemerintah. Mau disalah2in sampe biibir dower juga, percuma. Gak akan bikin perubahan.  Mau tau kenapa? Hehe..karena sampe saat ini, Indonesia masih menjadi salah satu pasar utama dalam pemasaran produk susu formula. Jadi, dari angka penjualan sufor dunia yang meningkat sebesar 37 persen dari 2008 sampe  sekarang itu, sedikit banyak, terpengaruh oleh angka penjualannya di Indonesia. Itu bukan kata saya, tapi kata David Clark, nutrition specialist dari Unicef (kompas.com). Hal itu jelas terjadi, karena jumlah penduduk yang sangat besar dan ENGGAK ADA regulasi pemerintah yang mengatur pemasaran sufor, kaya di negara lain.

Malahan, Prof Dr M Aman Wirakartakusuma, salah seorang peneliti senior di SEAFAST Center IPB, pernah bilang kalo sampe sekarang BELUM ADA PENGUJIAN atas klaim-klaim produsen susu atas produk susu formulanya. Ngeri gak sih? Semuanya bebas ngemeng di iklan begni begitu soal produk susu yang dijual, tapi gak pernah diuji dulu sebelumnya.

Regulasi? Hmmm…saya khawatir. Kekhawatiran yang sama juga pernah diungkap sama Ketaua Umum Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia, dr Marius Widjajarta. Alesannya, dia mempertanyakan konsulen saat merancang RPP pemberian ASI yang akan dibuat. Soalnya, menurut dia, selama ini pemerintah dinilai sangat deket sama kalangan industri sufor. Jadi bukan gak mungkin kan, timbul ekuh pakewuh ketika membuat aturannya? “Liat aja kalau ada hajatan kemenkes, seperti hari kesehatan sedunia, sponsornya banyak dari kalangan produsen susu formula,” kata dia.

Persis kan kaya aturan mau membatasi rokok?

Jadi bisa apa? Yang penting, menurut saya sih, tau dulu. Dapet info yang banyak dan bener, trus berjuang dengan cara apapun yang bisa dilakuin. Bisa nulis? Tulis. Punya kapasitas didenger di kantor/kampus/sekolah, then talk! Punya sodara atau tetangga yang belom ngerti, ngobrol lah baik2. Jangan mau ditipu terus.

Mau tau cara lain yang lebih gampang? DIET TELEVISI! Kenapa? Karena iklan, punya kemampuan persuasif untuk mempengaruhi otak kecil sampe nurut dan membeli produk yang dijual. Meskipun, seringkali, kita ga tau, kenapa kita beli produk itu. Inget2 aja, bahwa “90 persen keputusan konsumen berasal dari kondisi alam bawah sadar.”—Martin Linstorm-buyOLOGY.

One response »

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s