eat, play-ing Uno and Love the Indonesia’s disasters

Gallery

….”A friend took me to the most amazing place the other day. It’s called the Augusteum. Octavian Augustus built it to house his remains. When the barbarians came they trashed it a long with everything else. The great Augustus, Rome’s first true great emperor. How could he have imagined that Rome, the whole world as far as he was concerned, would be in ruins. It’s one of the quietest, loneliest places in Rome. The city has grown up around it over the centuries. It feels like a precious wound, a heartbreak you won’t let go of because it hurts too good. We all want things to stay the same. Settle for living in misery because we’re afraid of change, of things crumbling to ruins. Then I looked at around to this place, at the chaos it has endured – the way it has been adapted, burned, pillaged and found a way to build itself back up again. And I was reassured, maybe my life hasn’t been so chaotic, it’s just the world that is, and the real trap is getting attached to any of it. Ruin is a gift. Ruin is the road to transformation.”

(Elizabeth Gilbert-eat pray love)

Ruin, is a gift. Ruin, is the road of transmission…

Oke, kita awali dengan sebuah pertanyaan. Ada diantara anda semua yang pernah main UNO Stacko?

Pasti banyak…

Pertanyaan selanjutnya, pernah jadi biang kerok yang ngejatuhin semua baloknya?

Saya pernah.

Awalnya, saat balok warna-warni itu mulai disusun, pasti tekad sekuat baja tertanam di hati. “GUE GAK BAKAL PERNAH KALAH” hehehe…(maklum a bit of OCD’s). Setelah permainan berlangsung, satu babak, dua babak, tiga babak, masih belum gagal. Balok-balok itu selalu dijatuhkan orang lain. Tapi apa yang kemudian terjadi di babak ke empat?

Ya..saya yang ngejatuhin balok-balok itu.

Balok-balok dengan bentuk persegi panjang, beberapa tingkat menjulang keatas itu dengan suksesnya saya bikin terhempas karena kurang keseimbangan. Karena  sejak awal permainan dimulai, beebrapa tangan yang memainkan sudah mencabuti sendi-sendi balok, membuat tembok pertahanannya bolong, lagipula memang gak tercipta sebuah pondasi untuk membuatnya berdiri kekal, (eh? Tapi rasanya memang gak ada yang kekal ya di dunia ini?!)

Ya begitu aja jadinya. Awalnya saat saya liat bangunan mungil djiatas meja itu doyong, jantung saya seolah berhenti, dan serta merta saya menahan nafas. Biasanya, saat itu terjadi, semua pemainnya pun akan menjerit kencang, hal yang membuat beban jadi semakin terasa berat. Namun saat semua baloknya luluh lantak berserakan, selalu ada kawan yang memulai derai tawa, mulai bersahutan, dan jantung saya pasti kembali berdetak lalu ikut tertawa.

Setelah insiden jatuhnya balok-balok itu, karena tangan saya, dan menyebabkan saya harus menyusun menaranya kembali untuk memulai babak ke lima, saya jadi sadar. Permainan di babak ke lima hingga babak ke 10, selalu saya menangkan. Tak sekalipun saya jatuhkan balok-balok itu. Kenapa? Karena saya sudah main dengan santai. Saya sudah menyadari bahwa itu hanyalah fase, hanyalah permainan. Meskipun kadang dalam peramainan ada konsekuensi sadis bagi yang menjatuhkan UNO nya (jalan jongkok keliling café, pimpin senam di tengah orang-orang ramai, pura2 jadi tukang minta-minta, push up 10 kali sambil melet2 dll…), tapi pada akhirnya, saya bisa menganggap semua itu menyenangkan.

Tangan saya yang tadinya selalu gemetar setiap bangunan stacko sudah doyong kanan doyong kiri, berhenti gemetar dan rileks. Jantung beredebar dan keringat yang membasahi pelipis pun hilang. Semua itu sontak tak muncul lagi, setelah mengalami kekalahan. Rasanya seperti ada bisikan pelan di telinga saya “Kalau kalah, terus kenapa? Tinggal bikin lagi, main lagi, pasti bisa menang lagi”. Bisikan mujarab yang bikin santai..

Mungkin bisa dimirip-miripin sama kehidupan. Di eat pray love the movie, Liz Gilbert, saat di Italia, -seperti di quotesnya tadi- main ke the Augusteum. Disana dia seperti menemukan dirinya. Karena disana lah dia ngeliat sendiri bukti hancurnya kerajaan Roma. Disitu juga Liz mencoba ngebayangin apa rasanya jadi the great augustus, saat mengalami kehancuran itu. Dia ngegambarinnya dengan “It feels like a precious wound, a heartbreak you won’t let go of because it hurts too good”…

Karena, masih menurut si pengarang yang merasa hidupnya berantakan karena cinta, dan ketidakpuasannya akan kehidupan ini, “We all want things to stay the same. Settle for living in misery because we’re afraid of change, of things crumbling to ruins.” Ya kan? Mirip kan sama main UNO stacko. Kita ga mau ngerasain kalah, luluh lantak dan berantakan. Ruined. Tapi akhirnya, dia bilang, “Then I looked at around to this place, at the chaos it has endured – the way it has been adapted, burned, pillaged and found a way to build itself back up again. And I was reassured, maybe my life hasn’t been so chaotic, it’s just the world that is, and the real trap is getting attached to any of it.”

Sama seperti saya yang barusan mendramatisir permainan UNO, Liz juga mendramatisir hidupnya. Tapi rasanya kita semua punya potensi untuk itu kok..jadi manusiawi-lah. Dan, menurut saya, statement ini juga bisa dipakai buat menyikapi kejadian actual yang terjadi belakangan ini. Bencana Indonesia dari mulai Wasior, Mentawai dan Merapi. Dulu, kalau kita berkunjung ke tempat-tempat itu, pasti yang terlihat di mata akan menimbulkan decak kagum dan bersyukur bahwa Indonesia masih punya tempat-tempat yang seindah itu.

Kita semua tau, biasanya buat Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Barat, produksi kayu di Kepulauan Mentawai adalah segala-galanya, sektor unggulan untuk pendapatan asli daerah (PAD). Sementara itu masyarakat asli Mentawai berkali-kali menolak eksploitasi hutan karena mengganggu keberlangsungan tradisi budayanya. Apalagi, hutan Mentawai itu juga nyimpen ratusan jenis tanaman obat yang sering digunakan sikerei (dukun) untuk mengobati pasien yang sakit.

Berpedoman pada Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), di Kabupaten Kepulauan Mentawai terdapat lebih kurang 592.500 hektar kawasan hutan, dengan rincian sebagai berikut: hutan PPA seluas 132.250 hektar, hutan lindung 19.500 hektar, hutan produksi terbatas 58.750 hektar, hutan produksi 236.000 hektar, hutan produksi dapat dikonversi 141.250 hektar, dan hutan lainnya 4.750 hektar. Laut Mentawai, dari ombak hingga kedasarnya itu juga termasuk kekayaan dan potensi. Ombaknya selalu jadi incaran para Surfer dari seluruh dunia. Banyak spot ombak dan beberapa diantaranya masuk kategori extreme menjadikan Mentawai sebagai tujuan wisata selancar dunia. Kompetisi surfing internasional juga sering digelar di Mentawai.

Potensi aneka ragam ikan komersil juga sebagai salah satu kekayaan Mentawai, disamping keindahaan terumbu karang dan panorama bawah laut nya. Pantai pasir putihnya, alamnya nan eksotis dan keaslian budayanya adalah sebuah misteri yang seakan memanggil setiap petualang untuk singgah di Bumi Sikerei ini. Sekarang? Gempa dan tsunami memporak porandakan semuanya…

Hmm..lalu Wasior di Papua Barat yang dihuni 7.000 jiwa telah diterpa banjir yang telah memakan korban tewas 145 orang, hilang 103 luka berat 185 orang, dan luka ringan 535 orang. Kebayang ya jadi seperti apa bentuknya kota itu?! Sebelomnya, Wasior yang merupakan ibukota Kabupaten Teluk Wondama dibangun di dataran rendah yang sebagian merupakan rawa dan kebun sagu plus hutan yang luasnya sampe jutaan hektar.

Buat Merapi, tempat ini bukan lokasi terpencil seperti Wasior dan Mentawai. Banyak orang yang udah pernah kesini dan liat sendiri betapa sejuknya, segernya pepohonan di tempat ini. Hutan-hutan di Gunung Merapi telah ditetapkan sebagai kawasan lindung sejak tahun 1931 untuk perlindungan sumber air, sungai dan penyangga sistem kehidupan kabupaten/kota Sleman, Yogyakarta, Klaten, Boyolali, dan Magelang. Sebelum ditunjuk menjadi Taman Nasional Gunung Merapi, kawasan hutan di wilayah yang termasuk propinsi DI Yogyakarta terdiri dari fungsi-fungsi hutan lindunga seluas 1.041,38 ha, cagar alam (CA) Plawangan Turgo 146,16 ha; dan taman wisata alam (TWA) Plawangan Turgo 96,45 ha. Kawasan hutan di wilayah Jateng yang masuk dalam wilayah TN ini merupakan hutan lindung seluas 5.126 ha. Penunjukan kawasan TN Gunung Merapi dilakukan dengan SK Menhut. Tujuan pengelolaannya adalah perlindungan bagi sumber-sumber air,sungai dan penyangga sistem kehidupan kabupaten/kota-kota Sleman, Yogyakarta, Klaten, Boyolali, dan Magelang.

Kini, semua itu seperti mimpi. Semua keindahan yang dulu membuat decak kagum, kini mengundang limpahan air mata. Gak lama waktunya, bencana di akhir 2010 ini terjadi beruntun. Tiga tempat itu, luluh lantak.

Meskipun sebenarnya, sebelum ada bencana pun tiga tempat itu sudah masuk ke dalam golongan lokasi yang dieksploitasi berlebihan. Di Mentawai, Siberut Selatan, perusahaan pemegang izin IPK sudah membabat hutan dan mengambil kayu-kayu di areal miliknya. Namun, belum satu pun yang memulai perkebunan (kelapa sawit, kelapa hibrida, dan nilam) sesuai izin. SELAMA ini orang berpikir potensi hutan itu hanya kayu, kayu, dan kayu. Padahal, kalau kawasan hutan dibabat, banyak kekayaan lain yang nilainya lebih besar dari kayu punah. Misalnya, kekayaan tetumbuhan obat.

Wasior? Sama! rawa dan kebun sagu di kota itu udah dialihfungsi sejak lama. Sementara dibagian hulu, terdapat kegiatan eksploitasi hutan baik oleh pemegang Hak Penguasaan Hutan (HPH) maupun kegiatan illegal logging. Belum lagi, kegiatan pertambangan menambah rentan terjadinya bencana ekologis di Kabupaten Teluk Wondama. Ya jadi wajar kalo sampe ada banjir bandang yang menghabiskan satu kota. Apalagi, Papua Barat emang sudah diprediksi memiliki kerentanan terjadi bencana ekologis. Hal itu dimungkinkan karena luas hutan primer Papua Barat 5.154.068 hektar dan hutan sekunder seluas 1.465.655 hektar mengalami ancaman alih fungsi yang sangat besar. Tahun 2005 hingga 2009 analisa citra satelit menunjukkan telah terjadi deforestasi seluas 1.017.841,66 hektar atau berkisar 254.460,41 hektar pertahun. Jika predisksi deforestasi nasional seluas 1,17 juta hektar pertahuan, berarti deforestasi Papua barat menyumbang 25% dari angka tersebut. Belum lagi ditambah pengerukan sungai untuk pengambilan bahan galian C, di hulu Sungai Sanduwai oleh perusahaan-perusahaan.

Kawasan di lereng Gunung merapi juga sudah memprihatinkan kok, sebelom bencana. Kondisi tanah makin gersang dan kritis. Persediaan air kian defisit. Krisis air mengancam masyarakat lokal. Padahal kan, kawasan Merapi seharusnya menjadi kawasan resapan air. Hal demikian tidak mengherankan karena beberapa sumber mata air telah mati. Perlu ditegaskan di sini bahwa ini semua terjadi karena ulah para penambang pasir dan batu yang kebanyakan pendatang dan menggunakan alat-alat berat (backhoe). Menurut hasil studi dari Dinas Pertambangan Provinsi Jawa Tengah dan Pusat Penelitian Perencanaan Pembangunan Nasional UGM tahun 2000 tercatat bahwa 83,3% penambang pasir dan batu di Sungai Putih dan Senowo berasal dari luar desa, bukan penduduk setempat. 16,7% penambang pasir dan batu di kawasan tersebut baru penduduk asli. Bisa nebak kira2 ini siapa? Dan siapa yang ngasih izin? Huff…

Tapi gimanapun, untuk kenyataan bahwa sejak sebelumnya pun ada pihak yang terus menghancurkan lokasi yang sekarang dihancurkan Tuhan itu, kita semua rasanya tau persis ya alasannya? Dan saya disini gak mau ngajak kita semua nyalahin pihak pengusaha, pemerintah atau siapapun. Saya Cuma mau merenung. Mungkin begini ya rasanya jadi Octvian Agustus yang ngebangun Augusteum. Udah capek2 dibangun, udah hebat-hebat terlihatnya, tiba2 hancur begitu aja. Persis kata Liz: “ The great Augustus, Rome’s first true great emperor. How could he have imagined that Rome, the whole world as far as he was concerned, would be in ruins.”

Dan begitulah…

Sama seperti Augusteum, atau UNO Stacko. Ada saatnya kita mengalami kehancuran. Lebur. Luluh lantak. Kalau itu terjadi, bukan waktunya kita saling menyalahkan. Yang paling salah, ya biar Tuhan yang kasih hukuman. Soalnya, saya yakin, saat Tuhan menghancurkan buatannya sendiri, pasti bukan buat tujuan yang jelek. Mungkin itu semua buat bikin kita, Bangsa Indonesia, bangsa yang kaya raya ini, jadi kompak. Jadi bisa seperti satu tubuh yang saling merasakan derita yang lain. Bisa belajar bahwa kekayaan alam itu disediakan untuk kebutuhan, bukan buat dieksploitasi berlebihan. Bisa merenung, apa yang udah kita lakukan selama ini buat menjaga semua berkah pemberian dari Tuhan. Dan yang jelas, seharusnya, jadi lebih kuat,berani dan jadi lebih baik. Kayak saya yang gak kalah lagi saat main UNO, kayak Liz yang akhirnya bisa nemuin dirinya..

Ya, semoga Tuhan masih ngasih kita semua kesempatan untuk merenungi segala hikmah dari kejadian-kejadian ini. Semoga Tuhan masih kasih kita semua kesempatan untuk jadi jauh lebih baik lagi setelah berbagai bencana yang menerpa. Semoga kita semua masih diberi kesempatan untuk menyaksikan semua air mata itu bisa berubah jadi senyum lebar. Bukannya meluluh lantakkan kita semua jadi debu sampai habis… amin.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s