D: Apa sih yang paling lo enggak sukai di dunia ini? Y: life gambling, surprise dan sesuatu yang ga bisa dibuat plan B-nya. D: Gak suka, berarti pernah dilakukan? Y: HAHAHAHAHA….iya. Yang kecil-kecil pernah terjadi dan gue bisa senewen dalam waktu yang sangat lama. Tapi ada satu hal yang include semua hal tersebut, namun gue […]
Tag Archives: Cinta
Here’s to never growing up..
Oh well, saya bukan penggemar Avril Lavigne. Bahkan saya enggak tau banyak lagu2nya. Tapi 2 pekan belakangan ini saya banyak menghabiskan waktu dijalanan.
Akhirnya dengerin lagu-lagu top 40 nya prambors.
Dan berakhir dengan mellow setiap lagu here’s to never growing up nya mba Avril ini dimainkan.
Jadi kangen…
Singing Radiohead at the top of our lungs
With the boom box blaring as we’re falling in love
Got a bottle of whatever, but it’s getting us drunk
Singing here’s to never growing up
Call up all our friends, go hard this weekend
For no damn reason, I don’t think we’ll ever change
Meet you at the spot, half past ten o’clock
We don’t ever stop, and we’re never gonna change
Say, won’t you stay forever stay
If you stay forever hey
We can stay forever young
Singing Radiohead at the top of our lungs
With the boom box blaring as we’re falling in love
Got a bottle of whatever, but it’s getting us drunk
Singing, here’s to never growing up
We’ll be running down the street, yelling “Kiss my ass!”
I’m like yeah whatever, we’re still living like that
When the sun’s going down, we’ll be raising our cups
Singing, here’s to never growing up
Oh whoa, oh whoa, here’s to never growing up
Oh whoa, oh whoa, here’s to never growing up
We live like rock stars, dance on every bar
This is who we are, I don’t think we’ll ever change (hell no!)
They say just grow up, but they don’t know us
We don’t give a fuck, and we’re never gonna change
Say, won’t you stay forever stay
If you stay forever hey
We can stay forever young
Singing Radiohead at the top of our lungs
With the boom box blaring as we’re falling in love
Got a bottle of whatever, but it’s getting us drunk
Singing, here’s to never growing up
We’ll be running down the street, yelling “Kiss my ass!”
I’m like yeah whatever, we’re still living like that
When the sun’s going down, we’ll be raising our cups
Singing, here’s to never growing up
Oh whoa, oh whoa, here’s to never growing up
Oh whoa, oh whoa, here’s to never growing up
Say, won’t you stay forever stay
If you stay forever hey
We can stay forever young
Singing Radiohead at the top of our lungs
With the boom box blaring as we’re falling in love
I got a bottle of whatever, but it’s getting us drunk
Singing, here’s to never growing up
We’ll be running down the street, yelling “Kiss my ass!”
I’m like yeah whatever, we’re still living like that
When the sun’s going down, we’ll be raising our cups
Singing, here’s to never growing up
Hihihihi…dulu itu lucu amat ya. Gak sih, saya enggak akan bilang ‘kaya gak ada beban hidup’ hahaha dulu justru rasanya beban hidup saya JAUH lebih berat ketimbang sekarang.
Tapi, karena punya banyak temen, orang-orang yang selalu ada, selalu rame dan selalu bikin ngakak tiap hari, jadi rasanya happy terus.
Like a family i never had.
Haha.. miss y’all..
We are, we are, Not your ordinary fama-mily
But we can all agree that
We are, we are
Close as close can be
So it don’t matter what it looks like, We look perfect to me
We got every kind of lover, We’re so lucky indeed
They can keep on talking, It don’t matter to me cause
We are, we are family
We are are are are (We are are)
We are are are are (We are are)
We are are are are (We are are)
We are, we are family, family, family
We are, we are family
So what? We don’t look, we don’t act
We don’t walk, we don’t talk, Like you do
So what?
If we hang just a hang and no shame
We both do what we want to
Cause we come from everywhere, Searching for ones to care
Somehow we found it here, We found us a home
We are, we are
Not your ordinary fami-mily
But we can all agree that
We are, we are
Close as close can be
So it don’t matter what it looks like, We look perfect to me
We got every kind of lover, We’re so lucky indeed
They can keep on talking, It don’t matter to me cause
We are, we are family
Ok, so the links in our chains makes us strange
But really they make us stronger
And no one would replace not a thing
Mother or father
Cause we…
Cause we come from everywhere, Searching for ones to care
Somehow we found it here, We found us a home
We are, we are
Not your ordinary fami-mily
But we can all agree that
We are, we are
Close as close can be
So it don’t matter what it looks like
We look perfect to me
We got every kind of lover
We’re so lucky indeed
They can keep on talking
It don’t matter to me cause
We are, we are family
(Family)
(We are, we are)
We are, we are family
Kisah Cinta Mario dan Fiona…
Ehm, belakangan, saya lagi punya TAMBAHAN kesibukan baru. Yakni, menjodohkan dua ekor anggota keluarga baru kami, Fiona dan Mario. Sepasang lovebird.
**
Seumur hidup, passion saya memang ada di dunia hewan. Gak tau juga dapetnya dari mana, tapi saya sangat cinta binatang dan punya hasrat tinggi untuk belajar soal hewan. Sebagai hobby, tentunya. Bukan karier. Karena, untuk jadi dokter hewan, saya gak tega-an buat melakukan tindakan operasi dan lain sebagainya. Untuk jadi breeder, saya juga gak akan bisa profesional karena gak mau jual hewan kesayangan ke sembarang orang.
Namun yah, dari dulu, saya Cuma ngerti soal mamalia domestik yang enak dipeluk. Kucing, anjing, kelinci, misalnya. Belum pernah melihara unggas atau ikan.
Sayangnya, suami saya lebih berpengalaman dalam memelhara unggas dan ikan. Hahaha..
Jadi saat menikah, dan rumah kami dipenuhi kucing, dia menuntut hak nya. LOL. Pilihan tentu jatuh ke burung, karena memelihara ikan agak ribet ya harus punya aquarium atau kolam.
Maka, kami pernah memelihara dua ekor burung., waktu masih di kontrakan. Cucak hijau dan jalak kebo. Tapi kemudian keduanya meninggal. Heu. Si cucak hijau, kami prediksi, meninggal karena keselek pisang yang masih dingin. Sementara si jalak, entah kenapa, misterius, tiba-tiba berhenti bernyanyi dan kemudian wafat.
Sejak itu, saya trauma. Takut ah. Merasa bertanggung jawab atas nyawa yang hilang itu.
Sampai kemudian, setelah tinggal dirumah sendiri, suami saya mulai lagi mencetuskan ide memelihara burung. Saya jadi ingat, dulu, saat kami membeli si jalak di pasar burung Jatinegara, ada sepasang burung paruh bengkok yang SUPER CANTIK. Warnanya abu-abu putih, paruhnya merah muda dan suaranya nyaring. Sayang, harganya lumayan mahal.
Maka, saya mulai lah cari tau soal burung yang disebut ‘lakbet’ di jatinegara. Ternyata namanya LOVEBIRD. Hahaha…dan saya ketemulah berbagai penjelasan, foto plus video2. Yang membuat saya semakin JATUH CINTA. Jadi, lovebird itu adalah burung yang punya kepribadian macam kucing siamese. Nyaring, dominan, sangat butuh teman (kalo kesepian bisa stress dan mati), bahkan bisa keluar kandang dan bersosialisasi di dalam rumah. Layaknya burung-burung yang masuk di golongan parrots. Tapi ini ukurannya kecil.
Ahh..lucu amat. Belom pernah kebayang kalo ada burung yang bisa begitu.
Apalagi waktu nonton video ini.
Oh Tuhan…
Jadi saya bilang ke Poe, gak boleh melihara burung, kecuali love bird. “Kalo Lovebird, gue mau ikut ngurus. Kalo burung lain, gak mau!” #sikap
Akhirnya, jadilah Fiona. Seekor lovebird jenis fischer’s. Usianya udah delapan bulan.
Ketuaan memang untuk memulai bonding dengan seekor lovebird. Tapi saya gak berdaya karena beberapa alasan.
- Saya masih takut untuk punya burung muda yang masih harus makan makanan lembut, dan sebenarnya masih butuh ibunya. Meskipun tentunya bonding lebih mudah tercipta. Tapi saya kan gak pengalaman, takut mati. Heu
- Di Indonesia ini, ehm, sangat JAUH berbeda dengan di luar negeri. Jadi, jarang ada yang ngejual lovebird di usia muda, karena biasanya orang cari lovebird untuk dilombakan, dicari yang suaranya nyaring dan merdu, biar harganya bisa tinggi. Bla bla.
Oke out of topic dikit, saya mau cerita soal lovebird dari hasil gugling.
Di negara bule-bule itu, lovebird, (seperti juga anjing, kucing dan pets lainnya) dijadikan anggota keluarga. Disayang, dperlakukan sama dengan keluarga, berbagi ruang rumah dan ruang hati sepenuhnya. Sementara di sini, jadi barang dagangan. Saya gak sembarangan ngomong kok. Bener deh, coba aja gugling soal love bird versi indonesia dengan lovebird versi asing. Hasilnya bedaaaaaa banget.
Web versi indonesia, judulnya akan seputar: “Cara mengembangbiakan lovebird dengan cepat, agar menghasilkan keuntungan besar” atau “Cara mengisi suara lovebird” atau”Lovebird gacor? Gampang!” dan sebagainya.
Sementara web bule, judulnya “Siapkah anda memelihara lovebird sebagai anggota keluarga?” atau “Kepribadian Lovebird dan cara menciptakan bonding” dan sebagainya.
Coba aja nonton video2 di youtube. Breeder lovebird di luar negeri, akan menyediakan ruang khusus, dengan kandang besar penuh mainan dan terbuka. Jadi burung-burungnya bebas keluar masuk dengan nyaman. Sementara di kita, harus punya kandang dengan ukuran super kecil yang efisien, jadi modal kecil hasil besar. Ah, ya gitudeh.
Maka, kalo berminat memelihara lovebird sebagai anggota keluarga, gak akan dapet banyak info dari web lokal. Siap-siap buka kamus aja buat berbagai istilah asing soal unggas, hahaha..
Nah, kembali ke fiona. Awalnya, saya juga dibilangin sama mas-mas di Galaxy bird shop itu tips2 dan berbagai obat vitamin yang isinya kimia2 semua itu biar burungnya ngekek, gacor, atau cepet kawin, dan sebagainya. Jadi saya harus menjelaskan ke dia, bahwa saya gak akan mau melombakan Fiona. Saya mau dia jadi anggota keluarga.
Untungnya si Mas Uji itu orangnya pengertian. Btw itu adalah satu-satunya toko burung yang bikin saya betah berlama-lama, karena bersih dan teratur. Mas Uji ini orangnya sayang banget sama burung. Jadi dia ngurusin semua burung itu dengan optimal. Makanya pas saya bilang gitu, dia langsung kasih ide bikinin mainan, dan ngasih jenis makanan yang enak (tapi bukan favorit breeder karena aga mahal dan bikin burung gendut jadi males nyanyi).
Tadinya niat awal saya memang Cuma mau melihara satu aja. Punya pembantu atau gak, tiap hari saya yang bersihin kandang dan ganti panganannya. Saya sengaja kasih makan Fiona dari tangan saya, biar bonding cepat terbentuk. Awalnya, tentu saja dipatokin sampe pedih-pedih. Lama kelamaan, dia bahkan bisa bertengger akrab di tangan. Sayang, belom sampe rela mau diajak keluar.
Niat awal itu akhirnya berubah karena Abib semakin besar. Saya mulai merasa kewalahan kalo harus membagi begitu banyak perhatian. Sebab Abib butuh 50 pesen, sisanya harus dibagi dengan poe, empat kucing, diri saya sendiri, rumah, dan tanaman-tanaman. Nahlo!
Hahaha..akhirnya saya memutuskan untuk mencari teman buat Fiona. Setidaknya, saat saya kewalahan, dia gak sendirian. Lagipula, ada juga kok dalam hati keinginan belajar membiakan burung. Bukan sih, bukan buat bisnis, niatnya malah mau saya bagi2kan. Tapi saya seumur hidup belum pernah secara live, melihat burung kawin, menyiapkan sarang, bertelur, telur menetas dan rangkaian proses keberlangsungan hidupnya.
Saya kepengen belajar. Hehe..seperti saya bilang kan, passion saya memang ada di hewan kok dari kecil.
Akhirnya, datanglah Mario. Tadinya mau dikasih nama loki sama suami saya, iya, loki adik angkatnya Thor yang jahat itu. kata Poe, ‘Loki itu kan super cerdas dan licin’ tapi saya gak setuju. Cerdas sih cerdas, tapi Loki kan jahat. Hehe..saya percaya, nama itu doa, meskipun buat binatang. So, jadilah Mario. Cocok kan? Mario dan Fiona.
**
Setelah sekitar lima bulan, mereka mulai menunjukan gelagat-gelagat jatuh cinta.
Akhirnya, saya menyiapkan diri dengan ilmu-ilmu dari buku, internet dan film. Kemudian menyiapkan mental. Yak, mari kita jodohkan mereka.
Terhitung sampai hari ini, berarti sudah lima hari mereka berbagi kandang.
(Kandang mereka berdua, sekarang)
Terbukti sih memang kalo mereka sudah lama jatuh cinta, haha. Karena, biasanya lovebird yang dijodohkan akan berantem dulu, baru kemudiankawin. Sementara Mario dan Fiona gak pake berantem, langsung suap-suapan. Hahaha..
(Suap-suapan)
Saya sendiri belom pernah sukses liat kawinnya, tapi sejak dikandangkan bareng, dua hari pertama, sampe jam tiga pagi mereka masih aja ribut gusel-guselan berdua. Err..setelah dua hari itu, frekuwensi berisik gusel2an itu berganti dengan Mario yang sibuk mindahin jerami dari kandang ke dalam ‘gua’ untuk bertelur dan mengerami telur. Haha..romantis deh, jadi, sebelum si betina bertelur, Jantan akan menyiapkan dulu jerami dan rumah yang nyaman untuk si betina nantinya.
Sebab, Fiona akan mengerami telurnya selama 21 hari kan. Lumayan juga tuh lelahnya. Duh lucu deh liat mereka berdua. Tidur berdua saling menyender, makan berdua, mandi berdua. So sweet..
Setiap pagi sampai sore, Mario sibuuuk bolak balik kandang dan Gua dalam kandang. Sementara Fiona nyuapin. Ini romantis sih. Karena saya Cuma tau mamalia rumahan macam kucing yang boro-boro kerjasama. Abis kawin seminggu, jantannya pergi aja gitu. Kadang malah kawin lagi di depan si betina. Sementara si betina harus sibuk hamil, nyari tempat beranak yang gelap dan sepi, kemudian mengejan melahirkan lalu mengurus anak-anaknya sampai bisa jalan, SENDIRIAN.
Gak heran deh namanya Lovebird. Hehe..
Ngeliatin mereka lima hari ini jadi bikin saya terharu. Karena inget suami saya yang kelakuannya sama persis Mario, waktu saya hamil. Selalu ada, selalu mau bantuin saya, selalu siap, bahkan bikinin saya juice, masakan sehat dan ngebalurin punggung saya yang pegel akut tiap hari.
Sungguh cara yang unik dari Tuhan, untuk mengingatkan saya agar bersyukur. Bahwa saya diberikan seorang suami yang baik dan selalu ada. *tersipuMalu*
Aww…hehehe..
(Foto ini saya jepret jam 2 pagi, dan mereka lagi tidur berdua, saling menyender. Itu Mario kalo tidur emang ngumpetin muka di ketek..hehe )
Putraku, Langit Habiby..
This gallery contains 7 photos.
Sudah sepuluh hari ternyata. Gak kerasa. . Iya, sudah sepuluh hari saya menjalani profesi baru ini. Jadi ibu. Ibunya Langit Habiby, si sulung yang mukanya PERSIS banget sama daddy nya. Hehehe… baru lahir banget… Sepuluh hari ini, bikin saya terus aja ngerasa gak percaya. Ya Tuhan, saya sudah jadi ibu. Sebuah profesi yang ga pernah […]
Masih pantaskah dicintai?
Young artist for Haiti- Wavin Flag
When I get older, I will be stronger
They’ll call me freedom, Just like a wavin flag
Born from a throne, Older than Rome
But violent prone, Poor people zone
But it’s my home, All I have known
Where I got grown, but now its gone
Out of the darkness, in came the carnage
threatening my very survival
Fractured my streets
and broke all my dreams
now Feels like defeat to wretched retreat
So we strugglin’
Fighting to eat
And we wonderin’
If we’ll be free
We cannot wait for some faithful day
it’s too far away so right now I’ll say
[Chorus]
When I get older, I will be stronger
They’ll call me freedom, Just like a waving flag
(And then it goes back x3)
Ahhho ahhho ahhho
So many wars settling scores
All that we’ve been through
and now there is more
I hear them say love is the way
Love is the answer that’s what they say
But were not just dreamers, of broken down grievers
Our hand will reach us, and we will not see ya
This can’t control us, no it can’t hold us down
We gon pick it up even though we still struggling
Au nom de la survie (In the name of survival)
and we wondering
Battant pour nos vies (Fighting for our lives)
We patiently wait
for some other day
thats too far away so right now I say
[Chorus]
Uhh… well alright
How come when the media stops covering
and there’s a little help from the government
we forget about the people still struggling
and assume that its really all love again nahh
see we don’t have to wait for things to break apart
if you weren’t involved before it’s never too late to start
you probably think that it’s too far to even have to care
well take a look at where you live what if it happened there?
you have to know the urge to make a change lies within
and we can be the reason that they see the flag rise again
When I get older, I will be stronger
They’ll call me freedom, Just like a wavin’ flag
and then it goes back
and then it goes back
Then it goes back
[Chorus]
When I get older
When I get older
I will be stronger
just like a waving flag
***
Saya rasa, semua orang kenal sama lagu itu. Selain anthem world cup, anthem bencana Tahiti, tapi juga jadi jingle iklan produk minuman soda yang terkenal banget ituuu…
Tapi, belakangan ini, tiap denger lagu itu rasanya saya jadi sedih. Asli. Kenapa? Rasanya mirip aja sama Indonesia. Negeri yang, rencananya, akan saya tinggalkan ini.
Negeri yang, katanya, diciptakan Tuhan dengan senyum. Negeri tropis dengan spesies tanaman dan hewan (mungkin manusia juga? Eh?) yang jumlahnya terlampau banyak sampai gak terhitung. Negeri yang, katanya, kaya dan punya limpahan minyak, emas, uranium, batu bara, gas dan sumber daya alam lainnya. Negeri yang kebanjiran kharisma, tentu, sebelum melihat pulau jawa dan kekacauan di mukanya. J
Negeri, tempat mama melahirkan saya, 26,5 tahun silam.
..
Sejujurnya, sebelum saya jadi wartawan, saya belum terlalu ‘ngeh’ dengan kebobrokan negeri bodooh yang saya cintai sepenuh hati ini. Karena saya, adalah tipikal pelajar dan mahasiswi hura-hura yang males ngikutin berita, boro-boro ikutan demo. Setelah jadi wartawan, setiap hari, yang saya bawa pulang Cuma duka.
Berlebihan? Mungkin..tapi dengan otak dalam keadaan waras dan berkesadaran penuh, saya berani sumpah, gak Cuma sekali dua kali saya mewek tiap pulang liputan. Di Bekasi, tempat liputan pertama saya, ada seorang walikota yang gak ada otaknya tapi punya motto hidup: “In greed we trust” macam film casino jack. Sampai sampah-sampah, dia hajar jadi duit, buat dia dan kelompoknya. Sekarang, dia lagi asik karaoke tiap malem di LP Salemba.
Selanjutnya, Bogor. Tempat liputan yang sebenarnya menyenangkan, karena adem. Tapi sisanya, ada walikota gemuk yang doyan ngasih izin angkot sampe kota itu ‘dihijaukan’ angkot. Ada jajaran pemerintah yang sangat kemaruk sama uang hasil dari prostitusi gang-gang kecil di puncak.
Keluar dari desk metropolitan, saya dicemplungin di desk ekonomi sektor perbankan dan BUMN. Disitu, ada jajaran antek investor, yang apapun pernyataannya selalu berdasarkan kepentingan investor baik asing maupun lokal, jelas yang besar2 dan tamak2. Disitu, saya ketemu orang-orang yang bangga setelah menjual hasil kekayaan negaranya, sambil mengesampingkan usaha-usaha kecil yang perlahan mati di negerinya sendiri. Meskipun, saya suka desk ini, karena masih bicara data, dan memaksa saya untuk belajar sesuatu yang baru setiap harinya.
Desk berikutnya, saya terdampar di nasional. Post: istana wakil presiden. Meskipun wapresnya mantan gubernur BI, seorang profesor ekonomi, tapi, desk saya tetap nasional. Jadi, saya seringkali dilempar ke berbagai diskusi politik bahkan sesekali bantu2 di DPR. Ini adalah masa-masa yang paling membuat muak. Saya sangat sangat suka nge post di istana wapres, tapi dia dibungkam. Inget, DIBUNGKAM. Jadi, saya harus melanglangbuana ke acara politik. Acara-acara yang paling sering membuat saya marah. Karena semua orang Cuma bisa bicara, bicara dengan tujuan2 tertentu, membuat kebijakan (baca:memaksa) demi kepentingannya, keluarganya, kolega dan bisnisnya. Kumpulan manusia yang cari duit dengan mematikan orang dan mencela-cela orang lain, tanpa tahu, apa sebenarnya yang dia bicarakan. Politik=shit.
Lalu, tahun ini, saya terdampar di desk yang PALING parah. Istana presiden. Kenapa parah? Pertama, karena saya, mau gak mau, dengan hati terpaksa, harus ketemu presiden setiap hari. Kedua, saya, setiap hari menempuh perjalanan yang engga pendek buat kerja ke istana, liat orang-orang, rakyat, yang lapar, yang sakit, yang miskin, yang cacat, yang menangis. Sampai di istana, saya liat mereka, para petinggi yang seminggu sekali sidang kabinet paripurna, kerjanya Cuma RAPAT. Rapat rapat rapat. Rapat yang gak pernah menghasilkan sesuatu yang signifikan. Rapat yang bisa bikin mas eko tempo teriak “gak ada (berita) yang baru paaaakk…”. ya iya aja gak bakalan ada yang baru, karena dari tahun kapan, sampai sekarang, orang2 itu Cuma bisa bilang “akan”. Kami AKAN membangun infrastruktur, kami AKAN membuat food estate, kami AKAN menurunkan harga pangan, kami AKAN mengurangi jumlah impor, kami AKAN mensejahterakan rakyat. Gak pernah ada kata “sudah”, dari balik tembok dingin istana, teman-teman…
Kalau anda jadi saya, anda muak gak sama Indonesia?
Saya muak. Karena seringkali saya merasa kehilangan harapan. Kehilangan kepercayaan. Kehilangan keinginan untuk bermimpi dan mewujudkan mimpi besar saya: melakukan sesuatu.
Sampai akhirnya saya merasa, sudah saatnya saya meninggalkan negeri ini. Sudah saatnya, saya juga memikirkan diiri sendiri, dan keluarga saya. Sudah saatnya, saya pergi dan pindah kewarganegaraan. Dengan pertimbangan, emang gak bakalan ada negara yang pemerintahannya beres, semua pasti ada cacatnya, tapi seenggaknya ada negara2 lain yang bisa kasih jaminan pendidikan, kesehatan, kedisiplinan, kebersihan, keamanan dan kenyamanan buat warganya. Gak seperti negara saya yang maksimal banget ancurnya ini. Sabar memang ga ada batasnya, tapi toleransi kan berbatas.
…
Sampai akhirnya, saya inget omongan seorang perempuan yang selalu dibilang ‘perempuan penjual aset negara’ sama orang2 politik. Perempuan, yang dimata saya berani, tegas, punya hati yang besar, sri mulyani indrawati, dalam kuliah umumnya, sebelom dia cabut ke Amrik.
“Jangan pernah putus asa mencintai Indonesia,…”
(bisa juga buka notes temen saya, Aditya Suharmoko: http://www.facebook.com/note.php?note_id=405703158088 utk transkrip lengkapnya..)
Itu kata dia. Kata-kata yang keluar dari mulut seorang perempuan yang ada di kantornya siang malam. Pimpinan yang melindungi bawahannnya. Menteri yang ‘diusir’ dari negerinya. Sudah sebegitu pedihnya jadi dia, dia tidak pernah meninggalkan semua tugas. Kemudian, didepak. Setelah harus pergi, dia tetap mengingatkan semua orang, agar tetap mencintai negerinya yang sialan ini. Negeri rongsok, bobrok, gak keruan ini.
Jadi, ingatan saya pada omongan itu, yang membuat saya kembali mencari. Mencari selah untuk bertahan dalam rasa cinta pada negeri ini. Di saat2 itulah, saya ketemu rumah autis, yayasan yang didirikan sejumlah para terapis yang peduli. Mereka peduli pada anak2 berkebutuhan khusus yang miskin, dan mendirikan sarana terapi serta sekolah yang gratis. Sementara menteri sosial yang asalnya dari ‘partai dakwah’ itu, bahkan TIDAK TAHU pengertian dari ‘anak berkebutuhan khusus’. Dahsyat kan? Saat pemerintah gak tau, atau gak mau tau, rumah autis sudah maju. Sudah mencoba melakukan sesuatu…
Setelah itu, saya ketemu seorang pendiri yayasan yang sekarang juga sudah bisa bikin sekolah, rmh sakit dan berbagai sarana gratis buat orang miskin. Dia punya sejuta kesempatan, jelas jauh lebih banyak dari kesempatan yang saya punya, untuk melarikan diri keluar negeri. Tapi jawabannya simple, “Kalo bukan kita, trus siapa yang mau bertahan dan melakukan sesuatu?”
Orang-orang di rumah autis, si pemilik yayasan dan sri mulyani, sudah melakukan sesuatu. Saya? Belum. Kalau mereka menyerah kemudian cabut jadi WNA, wajar. Kalo saya yang cabut? Namanya culun. Belom ngapa2in kok udah nyerah. Mungkin, Tuhan masih kasih saya umur buat melakukan sesuatu, buat Indonesia, yang masih pantas dicintai. Mungkin, saya Cuma harus ingat prinsip yang saya pegang bertahun-tahun ini: “Anggap aja kita memang ga punya pemerintah. Indonesia, maju atau mundurnya, ada di tangan kita. Orang-orang yang udah ngabisin uang orang tua sampe segede gini dan sekolah sebanyak ini.”
..But it’s my home, All I have known, Where I got grown, but now its gone
Out of the darkness, in came the carnage, threatening my very survival
Fractured my streets, and broke all my dreams, now Feels like defeat to wretched retreat. So we strugglin’…Fighting to eat…And we wonderin’…If we’ll be free
We cannot wait for some faithful day, it’s too far away so right now I’ll say
When I get older, I will be stronger, They’ll call me freedom, Just like a waving flag..
Bekerja Buat Indonesia?
This gallery contains 1 photo.
Setiap pagi, saya melihat dia pergi saat tukang bubur kacang ijo baru menempati lapak mungilnya depan rumah kami. 06.30-07.00 wib. Kalau tidak jam segitu, dia takkan sampai ke bekasi untuk letakkan jempolnya di mesin milik kpp madya bekasi, ditjen pajak, tepat jam 07.30. Begitu terus setiap hari, dari senin hingga jumat. Sorenya, kalau saya sudah […]
cintaku padamu, seperti cintaku pada Indonesia..
This gallery contains 1 photo.
Cintaku padamu, seperti cintaku pada Indonesia.. Tapi bukan cinta yang digemborkan pemerintah dan kalangan dewan, bukan cinta yang diungkapkan kalangan pengusaha kaya yang tamak, dan bukan cinta yang dijejalkan investor asing pada Indonesia ku… Cintaku padamu seperti cinta ibuku pada Indonesia Cinta yang dibuktikannya dengan menanami tanah subur negeri 1.000 pulau ini dengan pepohonan rindang, […]