Ini, 25 Februari 2011.
Saya, lagi nungguin boss besar negara ini buat pidato en ngasih sumbangan di Tanjungpinang. Perut kenyang. Tiba-tiba ada getar2 di handphone.
E-mail dari milis Kabarrama, milisnya anak2 yg ngepos di istana wapres. Isinya transkrip, omongan pak Boediono di syukuran ulangtahunnya yang ke 68..
Baca sampai habis. Dan saya sedih. Apalagi kalo inget muka boss nya pak Boed. Rasanya jadi makin sedih. Terserah ya, pada mau bilang saya anteknya boediono kek. Atau berpihak kek. Yang jelas, pidato dia bikin saya terenyuh..
Dan inget dia, dan senyum manisnya yang bikin saya berasa punya eyang kakung.
(foto nyomot di pasar kreasi.com )
Mau baca? Ini dia transkripnya yang diketik sama mbak camelia wiguna, saya beresin dikit2..
“Baik, saya mohon waktu beberapa menit saja untuk menyampaikan terimakasih atas perhatian saudara2 sekalian, yang sehari hari sangat dekat secara fisik maupun secara emosional dengan saya di sini, hampir setiap hari, termasuk adik2 saya dari media yang selalu nungguin saya dengan tekun.
Kadang kala tidak ada apa apa juga ditungguin, tapi itulah realita, saya juga kadangkala menunggui sesuatu gak keluar keluar juga.
Jadi itu bagian dari hidup, dan kepada rekan2 semua yang mengawal saya juga setiap hari, saya sampaikan terima kasih, ini perhatian yang sangat penting di hati saya, saya simpan ini memory2 seperti ini.
Tadi, saya ingin ngomong sedikit mengenai, tadi ada khotbah yang bagus sekali, bagaimana akhirnya, semuanya itu kembali pada mata hati kita. Itu yang saya ga akan ngulang lagi (pak Sofyan), itu yang saya jumpai sangat menarik dan ada kaitannya dengan bagaimana kita mendidik anak, bagaimana kita mengendalikan diri kita sendiri setiap saat kita menghadapi stimulus dari luar.
Respons kita ini, memang antara korteks dan animal brain harus aada keseimbangan. Jadi kalau animal brain nya yang dilepas, ya responsnya pasti yang kurang baik. Tapi kalau korteksnya, otak kearifan ini, yang kita agak aktifkan dan biasa kita latih untuk aktif ya, barangkali ada keseimbangan.
Orang tidak pernah marah, ya tidak mungkin, tapi kalau selalu marah dan merespon dalam keadaan marah, itu yang tidak baik bagi manusia.
Terima kasih atas semuanya, dan memang kita di sini bekerja untuk rakyat, saya tahu saudara2 sekalian kerja mati2an, eselon 1, eselon 2 dan eselon 3 dan 4 dan semuanya sebenarnya. Tujuannya utk menyumbangkan sesuatu bagi bangsa ini.
Tadi yang memimpin doa menyebutkan hari ulang tahun sebenarnya hari minus satu tahun. Jadi bagi orang seperti saya yang sudah berumur, itu mikirnya adalah sisa hidup saya untuk apa. Kalau adik2 yang masih panjang mungkin belum mikir ke situ, tapi masih panjang. Tapi saya kira itu wajar dan baik saya. Karena kalau sudah berumur ya sisa, sisa hidupnya untuk apa. Tergantung kita ya.
Saya kira kalau saya sendiri memang saya akan insya Allah saya gunakan untuk keluarga saya, untuk bangsa, untuk kemanusiaan insya Allah. Kalau masih bisa sampai ke situ, artinya untuk kehidupan, (maka berpikirnya akan) lebih luas lagi bukan hanya manusia yang hidup, kalau sudah (berpikir tentang) kehidupan ke mana lagi ini ya Ketuhanan, kembali ke Tuhan.
Ini terlalu serius ya, tapi akhirnya begitu, adik2 barangkali akan melewati juga proses seperti itu.
Saya ingin berterima kasih atas dukungan saudara2 sekalian, marilah kita bersama sama sehati untuk memeberikan kontribusi yang terbaik bagi bangsa kita ini. Dan saya ingin terima kasih ada budi club ini, nama budi ada berapa ribu Mas, itu tadi ikut sholat, sambil memberi hadiah saya kaos. Di sini ada budi. Terima kasih atas perhatiannya. Sukses klub budi. Oh, jangan jadi politik dulu.
Saya kira bagus sekali nanti tolong dijaga nama Budi ya.
Pada di twitter saya akan coba utk merespon, terima kasih atas perhatiannya selama ini.”
…..
Saya langsung kebayang mukanya pak boed yang ramah itu. Gaya jalannya yang selalu nunduk itu, gaya bicaranya yang pelan dan lembut layaknya wong jowo, dan baju2nya yang putih dan sederhana.
Selamat ulang tahun ya pak Boediono.
Mungkin cara berpikir anda sangat kapitalis, mungkin anda seorang “neolib”, mungkin anda bukan seorang pengambil kebijakan yang tanggap, mungkin anda terlalu pendiam, mungkin anda memang gak bakalan pernah cocok jadi wapres dan lebih cocok berdiri, mengajar di depan kelas..
Tapi, saya punya sejuta simpati dan empati buat anda. Apalagi setiap habis (terpaksa) meliput boss anda yang gayanya macam dulli tuanku raja itu..
Sekali lagi, selamat ulang tahun ya..semoga Tuhan selalu mencintai pak Boed, dan takkan membiarkan bapak merasa sendirian..
Pingback: Tweets that mention selamat ulang tahun pak Boediono.. « My -FreeTime- Writing Domain -- Topsy.com