3,5 Jam Tanpa Gawai

Gallery

Saya lahir di tahun 80-an, dan besar melewati era 90-an sampai ke 2000. Saya masih SD ketika RCTI pertama kali launching.

Saya menikmati Nintendo, sega, VCR sampe ke laser disc.

Dan sekarang sampai ke era ketika anak mahasiswa nongkrong di coffeeshop rame2, menyesap vape, dan membuka Instagram LIVE. Sesuatu yang bahkan tak pernah saya bayangkan bisa terjadi. Hehehe..

Keren dan canggih banget zaman sekarang ini, bayangin deh, kita bisa mengakses begitu banyak hal lewat sebuah device yang bahkan bisa dikantongin. Masuk ke era flashdisk aja saya masih kagum. Benda sekecil itu bisa menyimpan data. Dulu Cuma ada di filem2 hollywood.

Tapi disaat yang bersamaan, saya yang masih mencintai harum halaman-halaman buku dan berusaha tetap menulis dengan tangan dan bolpen ini, ada di era ketika bertatapan mata dengan lawan bicara aja jadi susah.

Bukan karena menjaga pandangan, tapi karena matanya ada di telepon pintar.

**

Jadi, setelah kemarin cuti satu pekan dan menikmati waktu santai berdua Abib, minggu ini sudah mulai padat merayap. Tapi, saya masih ngerasa ada satu yang kurang; semangat. Mungkin karena liburannya kebanyakan tidur. hahahaha.. Akhirnya, hari ini secara impulsive, saya ngajak sahabat-sahabat SMA kesayangan saya untuk ketemuan.

(Fyi, saya seperti anak ABG kebanyakan, memang lebih banyak menghabiskan masa itu diluar rumah Bersama teman-teman. Apalagi dulu SMA-nya full day dari pagi sampe jam 4 sore. Ya sampe sekarang saya berasanya, temen SMA itu keluarga saya. Bagian penting dalam hidup, orang-orang yang selalu ada. Dan hubungan kami juga masih baik sampai sekarang, alhamdulillah. Oh dan iya, temen saya emang kebanyakan cowok dari dulu, harap maklum..)

calvin-and-hobbes-a-best-friends-poster-in-india-by-sillypunter

Akhirnya jam pulang kantor, saya ketemuan sama 3 orang saja dari yang biasanya ada 12 orang anggota genk. (((ANGGOTA GENK))) HAHAHAHA…

3,5 jam dan hati saya hangat, semangat saya kembali.

Lalu apa hubungannya dengan gadget?

Iya, saya jadi kepikiran nulis ini, karena sepanjang 3,5 jam itu, kami berempat gak ada yang diem melototin gadget, sibuk selfie, sibuk posting, dan Cuma saya yang insta story karena seneng aja ketemu sama mereka. Yang dadakan emang selalu yang berhasil hahaha..

Kami Cuma ngobrol, ketawa-ketawa, bernostalgia, ngebahas kehidupan sekarang, cerita kabar-kabar terbaru, sambil makan-minum. Iya, mungkin kontraproduktif, karena enggak jadi cuan, bahkan mungkin ngabisin cuan. Tapi saya gak nongkrong tiap hari kok. Ketemuan sama mereka aja jarang banget, terakhir kali tahun lalu kayanya.

Dan saya kan manusia dan saya butuh relaksasi dengan bersosialisasi. Meski sesekali. Karena kalo duduk di kafe biasanya meeting kerjaan. Bosan juga kan..

Lagipula, emang selalu nyaman kalo pasca ketemuan sama mereka. Rasanya ada bolong yang terisi dalam hati.

Mungkin karena sekarang ini, setiap berhubungan dengan manusia lain, selalu berbarengan dengan gadget ya?

Sepanjang perjalanan pulang, saya jadi kepikiran. Iya, ya? Kami gak ribet sama ponsel lho, sama sekali. Kok bisa ya? Padahal kami masih masuk millennials lho. kami masih ada di zaman serba canggih ini. Kami punya ponsel dan kami bisa aja sibuk live, kalo mau.

Lalu saya mengingat-ingat, temen-temen deket saya ini emang bukan yang doyan posting di medsos. Bukan yang hidupnya selalu bersentuhan dengan update kabar terbaru lewat medsos. Dan bahkan saya dan satu temen saya ada yang sudah uninstall path, ada temen saya yang enggak punya Instagram, dan ada juga yang emang buka medsos kalo inget aja.

Usia? Enggak juga ah. Banyak temen seusia saya yang tiap dateng ke satu tempat lalu check in dulu, tiap mau makan foto dulu, tiap abis ngobrol lalu foto dan diposting, bahkan sepanjang ngobrol dia sibuk dengan ponselnya. Banyak.

Tapi bukan genk SMA ini. Bukan mereka. Ada yang emang kerjaannya di digital media, tapi ya itu kerjaan, bukan kehidupan pribadi.

Mungkin ini yang bikin hangat, karena saya dan mereka mengobrol sambil menatap mata, memerhatikan gesture, tertawa lepas, berbicara tanpa batas, dan masih bisa mengingat hal-hal bodoh yang dulu kami lakukan. Kami menjadi manusia, bukan mesin. Bahkan saya menatap mereka seolah-olah masih dalam balutan putih abu-abu, seperti dulu.

Momen yang tertangkap mata

Medsos enggak buruk kok. Banyak sekali nilai kebaikannya, malah. Kalo gak ada medsos mungkin saya enggak akan bisa bercerita banyak soal Taman Main, gak akan bisa memulai Taman Main Petualang, dan enggak bisa banyak belajar dari postingan-postingan psikolog anak, pekerja kreatif dan sebagainya.

Tapi, bukan ketika ngobrol dengan manusia lain. Bukan ketika ketemuan sama temen lama. Karena ada momen yang hanya bisa tertangkap mata dan bukan kamera, bukan?

Saya gak tau alasannya, sebab kami random juga kalo mau di masukkan satu kategori. Tinggalnya enggak ada yang satu area, bekerja di bidang yang berbeda-beda, kepribadian yang juga berbeda, ada yang sudah menikah ada yang belum, ada yang anaknya sudah 3 ada yang baru 1, bahkan usia aja beda, meski hanya terpaut 1 dan 2 tahun. Mereka laki2 dan saya perempuan.

Dan selalu sih, setiap ketemu, kami pasti menikmati momen bareng-bareng itu. mungkin sebetulnya ini yang saya rindukan, ketika berkumpul dengan orang-orang yang paling mengenal siapa saya, orang-orang yang dihadapannnya saya bebas menceritakan apa aja, orang-orang yang bisa dengan keji cela2an tapi enggak ada yang tersinggung, orang-orang yang saling sayang dan kalo ketemu ya ketemu. Enggak ngurus yang lain-lain.

Rentang konsentrasi pendek?

Kemudian inget kemarin sempat ngobrol sama ibu Devi psikolog nya rainbow castle soal rentang konsentrasi. Jadi, di ideafest kebanyakan pembicara bercerita soal hal-hal viral yang sepertinya jadi esensial dan membuat konten agar disukai pasar kekinian yang rentang konsentrasinya amat pendek.

calvin-hobbes-quotes-wisdom-02

Seingat saya, rentang konsentrasi manusia memang tumbuh bertahap. Dari yang hanya hitungan 1 menit pada usia 0-2 tahun, dan meningkat terus di usia2 berikutnya. Lalu saya jadi penasaran; kenapa kita (iya kita, karena bukan hanya ditujukan pada ABG, tapi juga manusia seusia saya) yang sudah dewasa ini kok rentang konsentrasinya masih pendek.

Kata Mbak Devi, sebetulnya belum ada penelitian yang benar2 pasti. Tapi satu hal yang berubah pasti adalah kehadiran electronic devices yang makin portable dan jenis makanan yang makin beracun.

Atau mungkin terlalu banyak distraksi ya? Zaman yang serba cepat dengan waktu yang terbatas karena kepotong macet, jadi semua Kepengen melakukan banyak hal dalam satu waktu? Atau berkaitan dengan pembentukan attachment dan koneksi, sehingga kebanyakan justru terbiasa dengan hubungan yang tidak perlu tatapan mata atau sentuhan, atau bahkan merasa enggak nyaman saat bertatap muka karena keliatan aslinya? Hehehe..

Gak tau ya kenapa. Ada gak sih yang meresahkan hal yang sama dengan saya, atau saya aja yang aneh (baca: old skool)? Hahaha.. buat saya duduk, bercerita dan mendengarkan cerita, apalagi dengan sahabat, adalah hal yang menghangatkan. Hal yang saya butuhkan untuk me-recharge energi. Tapi mungkin untuk yang lain, karena rentang konsentrasinya pendek, hal ini jadi terlalu membosankan. Karena itu perlu sentuhan device untuk menambah keseruan..

Ya enggak apa-apa juga sih. Saya cuma lagi mikirin aja, sebab saya sehari-hari harus menelan dan mengeluarkan berbagai cerita tentang perkembangan manusia. Jadi suka penasaran aja dengan berbagai kejadian disekitar saya. Hehehe..

calvin-hobbes-focus

Yaudah lah ya..

But anyway, happy sekali hati ini. Mungkin enggak menyelesaikan persoalan-persoalan pribadi kami masing2, tapi ketemu mereka rasanya lega. Mungkin sesederhana, buat kami, ada tautan perasaan yang mengikat dan membuat kami tetap jadi bagian yang saling mengisi satu sama lain. Sepertinya ini rezeki. Punya sahabat-sahabat yang sama old skool nya. Hahahaha..

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s