Mama saya pernah bilang; silaturahim itu sangat penting. Mahir bersosialisasi itu bukan Cuma bagian kecil dari kehidupan seorang manusia, tapi justru core-nya kehidupan kita. (ditekankan sih, sama dia, karena anaknya judes hahaha..) dan dia nambahin juga; lagian, sebetulnya apa sih fase hidup bersosialisasi selain yang terjadi setiap hari di lingkungan sekitar sehari-hari? Acara besar kan?
Itu juga sederhana dan gitu2 aja. Terulang setiap zaman. Dimulai dari undangan pesta ulang tahun, lalu lulus-lulusan, kemudian pernikahan. Setelah itu apa? Akikah atau baby shower, ulang tahun anak, pernikahan anak, reuni, terakhir ya…datang takziyah ke teman-teman atau lingkungan sekitar.
Waktu itu sih saya manggut aja. Dan sekarang, benar juga omongannya. Saya sudah melewati beberapa fase dari hal-hal yang dia sebutkan. Namun ternyata ada fenomena baru dalam kehidupan saya. Entah ya, hal ini terjadi atau gak di angkatan mama saya, karena enggak disebutkan sama dia. Mungkin memang enggak terjadi. Fenomena itu adalah; FASE TAKZIYAH KE ORANGTUA TEMAN YANG MENINGGAL.
Karena sejauh ini, saya sudah beberapa kali menghadiri pemakaman orangtua temen-temen saya, dan temen-temen saya juga menghadiri pemakaman mama saya sendiri. ya kalau jaman dulu, mungkin fase ini enggak ada, karena orang tua nya menjalani pola hidup sehat ya kan? Angkatan nenek saya, kayanya usianya panjang-panjang deh. Bahkan sampai merasakan punya cicit.
Eh, atau mungkin karena para nenek dan kakek itu menikah di usia yang sangat muda ya, jadi di usia 60 tahunan sudah ada yang punya cicit. Entahlah. Tapi memang kebanyakan orangtua teman yang meninggal —termasuk mama saya—– penyebabnya adalah KANKER. Sedih ya? Saya langsung berasa digamparin buku tebal drTan Shot Yen.
Karena menjalani pola hidup sehat seimbang sekarang ini memang SANGAT MENANTANG, ya? Dari berbagai iklan yang berseliweran, industry makanan yang luar biasa, minimnya ketersediaan makanan yang benar-benar alami, hingga harga mahal untuk makanan sehat termasuk didalamnya kesibukn kaum urban yang pada akhirnya memilih makanan praktis, gak punya waktu sama keluarga, tua di jalan, dan maunya ya yang paling mudah aja.
Ini bikin lebih ngenes, karena jadi deg2an. Kalau angkatan mama saya aja kebanyakan meninggal karena kanker dan stroke, lalu gimana angkatan saya nantinya? Soalnya sekarang saja, gak sedikit kok angkatan saya yang meninggal karena kanker, stroke, darah tinggi dan sebagainya.
But anyway, saya enggak mau ngebahas soal kesehatan sih sebenarnya. terkait hal itu, mari baca aja buku-buku dr Tan dan temukan sendiri jawabannya. Sekarang saya mau cerita soal silaturahim. Sebab, kemarin baru saja mengalami penyesalan. Papanya sahabat saya, yang udah saya anggap kaya papa sendiri, baru aja meninggal. Iya, kanker. Dan nyesal Karena saya bahkan belum sempat nengok saat beliau dirawat di RS. Heu.
Dan kemarin itu saya ya seharian disana. Nemenin sahabat saya dan anak-anaknya. Dan jadi ketemu sama saudara-saudaranya, mamanya, dan teman-teman saya yang lainnya juga. Iya, ajang silaturahim yang belakangan susah banget dilakukan karena berbagai keterbatasan kami yang (sok) sibuk mengejar dolar ini.
Apalagi di usia 15 plus (15) ini, udah jarang ya undangan nikahan teman. Kalo nikahan saudara yang usianya jauh dibawah sih iya masih ada. Tapi kan gak banyak2 banget juga sodara saya. Dan rata2 seangkatan. Udah pada kawin semua. So, sekarang justru silaturahim nya ya takziyah, heu. Cuma kemarin tu, abis balik dari depok, saya ngelamun. Dan jadi mikir; bener juga ya, pesan bahwa silaturahim itu memperpanjang umur. Dulu sih, waktu jaman masih diomelin mama karena gak mau dateng mulu acara ini dan itu, saya gak ngeh tiap mama bilangin hal itu. Apa juga hubungannya, coba?
Sekarang saya udah bisa sih memetakan dan me-logika-kan pesan tersebut. Isi pikiran saya adalah..
Apa sih sebetulnya yang bikin orang sehat dan panjang umur?
Secara medis, tentunya asupan makan dan minum sehat, istirahat cukup, olahraga, dan sebagainya. Sementara secara psikologis, biasanyya kan kebahagiaan, ketenangan hidup, semangat juang tinggi, lingkungan yang kondusif, dan sebagainya yang nyenengin lah.
Sementara kaya saya aja deh.
- Tiap dateng pemakaman, selain sedih, saya jadi parno. Kematian seseorang biasanya membuat saya jadi termotivasi untuk hidup lebih sehat. Ya memang mati dan hidup ada di tangan Tuhan, tapi bukan lantas kita bangun tidur langsung makan nasi goreng kambing dan duren tiap hari, kan?
- Tiap dateng silaturahim, apapun itu, pemakaman, pernikahan dll, biasanya ketemu teman yang sudah lama gak ketemu. Ada obrolan dan dari situ bisa jadi ada ide baru, semangat baru, bahkan sampe langsung ke kerja bareng atau bikin kegiatan bareng yang bermanfaat, ya kan?
Uang emang bukan segalanya, tapi percayalah, kalau kita gak berdaya secara finansial, kita juga enggak bisa maksimal melakukan banyak hal bermanfaat buat orang lain. Kalau kita belum bisa menguatkan diri sendiri, dan menenangkan hati karena setidaknya ada tabungan dan investasi dalam jumlah cukup (ga perlu berlebihan) untuk keluarga, kita juga belum bisa optimal menguatkan dan membahagiakan orang lain.
- Tiap dateng silaturahim, saya juga biasanya jadi bisa cerita-cerita, dan mendengarkan orang cerita. Yang mana adalah hal menyenangkan, yang bisa bikin hati cukup tenang karena berbagi itu penting, ya kan? Bahkan saya juga SERING BANGET bisa mengambil hikmah dan pelajaran hidup dari cerita-cerita itu.
Hal-hal tersebut yang ternyata bisa jadi bekal untuk panjang umur.
Tapi sebenarnya, kenapa sih kita pingin panjang umur? Ok. Gak usah terlalu panjang samppe 100 tahun kaya penyu sih. Yang cukup-cukup aja. Hehehe..
Alasan kebanyakan orang biasanya:
- Pengen liat anak lulus, nikah, punya anak dan sebagainya
- Pengen dapet kesempatan yang lebih banyak dan lebih lama untuk berbuat baik
- Ngumpulin bekal sebanyak2nya buat di akhirat nanti
- Dan yang paling duniawi tentunya; mencukupi bekal untuk anak cucu. Gak Cuma finansial, tapi juga pendidikan, manner, agama dll.
So, pada dasarnya manusia kepingin panjang umur. Dan ternyata, keinginan itu bisa diraih dengan cara silaturahim. Well ya, itu salah satunya ya, mungkin. Tapi tentunya, silaturahim jadi bukan hal kecil seperti yang selama ini ada dikepala orang malas basa basi kaya saya. Silaturahim itu hal besar. Dan pesan tadi sudah sampai ke benak saya. Reward besar dari melawan kemalasan saya adalah panjang umur. Selain tentunya mendoakan orang yang menikah, akikah, meninggal tadi dengan ikhlas dong ya. Tapi kan namanya juga manusia, suka susah melakukan sesuatu kalau enggak disemangati reward. BENER GAK?
Jadi bener sih kata mama saya, silaturahim itu SANGAT BAIK. Untuk si penghelat acara dan juga bagi yang hadir. Beh, coba saya udah sadar hal ini dari dulu ya. (mulai nyesel lagi hahaha)
Betapa tujuan penciptaan manusia sebagai mahluk sosial ini ternyata sangat sistemik.
Lagian ya, saat saya kehilangan mama, kehadiran teman-teman dan saudara disana sangat sangat menyenangkan. Benar-benar menghibur hati. Mereka enggak perlu lah bicara basa basi. Mereka datang dengan senyum dan memeluk kencang saya, itu aja udah cukup banget. Kehadiran dan do’a mereka itu bekal saya untuk move on, lho.
Jadi, ini bukan hanya perkara pahala, silaturahim ini juga tentang rasa. Ini tentang keluarga. Dan teman-teman saya itu kan keluarga juga.
Time. Kalau kata film Alice through the looking glass.
Di film itu, Alice menyalahkan waktu yang merenggut banyak hal dari kehidupannya. Meski akhirnya ia sadar lalu bisa bilang; Time gives before it takes. Every day is a gift. Every hour, every second..
Iya, waktu memang bisa mengambil segalanya. Namun yang jarang kita sadari adalah, hal itu tidak pernah terjadi secara tiba-tiba. Karena sebetulnya, sebelum ia mengambil, dia sudah pernah memberi. Ada teman, saudara, keluarga, orang tua, tetangga dan segala kebahagiaan bersama.
Apa sih yang biasanya paling membuat kita merasa sedih karena waktu yang habis dari seseorang itu? Mungkin kebanyakan penyesalan. Ya setidaknya, itu yang paling sering saya alami. Kenapa saat ia masih ada, kita enggak pernah menganggap kehadirannya di dunia ini sebagai hadiah? Alasan klise; terlalu sibuk, malas bersosialisasi, hitung-hitungan perbuatan, terlalu asyik dengan diri sendiri, sampai lupa bersyukur. Sadar-sadar, ya saat mereka sudah diambil.
Tapi kan kita gak bisa mengubah apa-apa lagi, dan menyesal terlalu lama juga enggak akan membawa saya kemana-mana. Bener banget kalimat; You cannot change the past, but I dare say, you might learn something from it.
Tim Burton di film itu menganalogikan “dia” dengan waktu. Buat saya, “Dia” itu, ya…Allah. Inna lillahi wa inna ilayhi raji’un. We all belong to God, and there comes a time when we must return to Him.
Kalimat itu-lah yang selalu saya ulang setiap merasa susah ikhlas. Karena memang pada akhirnya waktu kita semua akan habis. Dan yang bisa saya lakukan sekarang, tentunya, mensyukuri kehadiran setiap orang dan berusaha melaksanakan pesan mama agar menjaga silaturahim. Karena menyesal itu sesungguhnya enggak enak.