Beberapa waktu lalu, saya lagi makan malam berduaan sama Abib. Lalu saat makanannya sudah mau habis, saya ajak dia balapn. Yang habis duluan bisa makan cookies coklat buatan kedai langit (ehem). Kami berusaha mengunyah dengan cepat sambil tertawa-tawa. Seru sekali, sampai akhirnya saya habis duluan. Kemudian saya melompat girang dan berteriak..
“NYANYAK MENAAAAAANNGGG!!”
Biasanya, abib akan nyengir lalu ngejar-ngejar saya karena gak terima dengan kekalahan.
Asyik sekali, biasanya. Namun malam itu berbeda. Reaksinya adalah, manyun. Mendekap kedua tangan didada dan mengatakan “NYANYAAAAK!!! Abib gak kalah!!! Kata ibu guru, semua menang, gak ada yang kalah.”
DUAR!
Saya langsung kaget dan kehilangan minat. Rasanya kesal setengah mati. Ini pola pendidikan, yang dibilang Christine Gross-Loh dalam buku parenting without borders, sebagai pola pendidikan yang terlalu memanjakan. TRUS APA DONG TUJUAN HIDUP KALO SEMUANYA MENANG???
kalo semuanya menang, ya enak dong ya? Ajang world cup semua menang, Sea games semua menang, Pertandingan bola antar kampung semuanya menang, Ikut lomba bikin puisi lalu semuanya menang. Lah trus siapa yang pada akhirnya bersemangat untuk memberikan yang terbaik, lakukan aja asal-asalan, toh pada akhirnya ia juga akan menang, bersama orang-orang lainnya.
Gini deh, iya saya sepakat banget bahwa anak harus diajarkan legowo. Tapi yang dimaksud dengan legowo itu kan bukannya tidak punya kemampuan berkompetisi, namun lebih kepada bisa menerima kekalahan. Beda banget kan?
Jadi, dia harus mampu bersaing, harus memahami konsep menang dan kalah, namun pada akhirnya bisa mengerti benar bahwa jika ia menang, itu karena ia sudah berusaha dan berdoa dengan keras. Jika nantinya ia kalah, ya berarti memang bukan rezekinya. Tandanya ia harus berusaha lebih keras lagi, dan harus bisa lebih mendekatkan dirinya kepada Allah, di kemudian hari.
Sebab sebetulnya, dalam pendapat mata bodoh saya ini, agama kan juga mengajarkan kompetisi sejak awal. Surga dan neraka itu apa namanya kalau bukan kompetisi? Kalau kita mampu berjuang keras untuk menjalankan seluruh prinsip kebaikan, menjalankan ibadah yang diperintahkan, memenuhi seluruh tugas yang diberikan selama hidup di dunia, memertanggungjawabkan hal-hal yang telah kita pilih, dan lain sebagainya maka kita akan diberikan reward berupa surga toh?
Yang kalah, dan tidak bisa memenuhi syarat2 tersebut akan masuk neraka kan..
So, kita menjalani hidup sejak awal pun tau, bahwa kita punya tujuan besar; yakni masuk surga dan berkumpul bersama orang-orang baik lainnya yang dihadiahi surga. Untuk itu kita harus mampu bersaing dan berusaha keras untuk bisa mendapatkan hadiahnya. Karena konsekuensi kekalahannya terlalu mengerikan.
Sementara ajaran macam apa yang bikin anak-anak kecil kekinian jadi percaya bahwa apapun yang mereka lakukan, mereka tetap menang. Mereka semua sama. Sama-sama menang. Bzzz…
Saya gak pernah ngajarin hal semacam itu kepada Abib. Yang biasanya saya ungkapkan, kalau dia ikutan kompetisi adalah: “Abib harus berusaha keras, karena Abib pasti bisa!! Semangaaaaat!!!” tapi nanti jika ia kalah, saya akan tetap tersenyum dan memeluk dia sambil bilang “Abib kalah atau menang, aku tetap sayang kok sama kamu. Tetap bangga. Aku sudah lihat usaha kamu. Besok-besok kita coba lagi, ya!!”
SAYA GAK AKAN PERNAH BILANG, GAK ADA YANG KALAH, SEMUA ADALAH PEMENANG. Terima aja kenyataannya. Kamu kalah. Tapi gapapa, semua orang pasti pernah kalah. Kita bisa coba lagi.
Saya gak mau anak saya tumbuh dalam angan-angan, karena dunia nyata gak seindah itu. saya seneng ngajak dia berkhayal, membacakan cerita, mengajak dia berimajinasi dengan apapun benda yang ada dihadapan kita lalu membuat cerita dari benda itu. Tapi bukan membohongi realita hidup. Gak ada usia yang terlalu kecil untuk mengajarkan soal kehidupan, buat saya.
Kenyataannya, dijalan dia melihat peminta-minta. Dia juga melihat korban asap, korban bencana, orang-orang miskin, sakit dan menderita. Dia berkunjung ke panti dan melihat balita lain yang tidak punya orangtua seperti yang dia miliki. Saya ajak dia ke shelter hewan animal defenders dan menatapi operasi kucing yang tergilas motor di klinik drh Nyomie. Dia melihat penderitaan, dia melihat air mata, dia melihat betapa babak belurnya para mahluk hidup ini berjuang untuk bertahan hidup. Dan ya, saya biarkan ia melihat itu semua. Saya ajak dia mengenal kenyataan.
Karena nak, gak ada dongeng seindah santa claus yang datang setiap malam natal dan meletakkan hadiah di ruang tengah rumahmu. Gak ada labu yang bisa berubah jadi kereta kuda. Gak ada putri yang koma dan bisa terbangun karena dicium. Gak ada karpet ajaib yang bisa terbang. Gak ada peri, dan gak ada neverland di kisah hidup kita ini.
Kita dilepas Tuhan ke tengah dunia yang penuh persaingan. Dan kita harus mampu terus bertahan, berusaha sekuat tenaga untuk tetap berhasil dalam banyak hal, namun tidak melupakan segala bentuk dan nilai-nilai kebaikan. Susah nak, itulah. Karena itu begitu banyak orang dewasa yang depresi dan tenggelam dalam kelemahan jiwanya kemudian terperangkap di rumah sakit jiwa hingga akhir hayatnya. Atau mereka yang tak tahan, akhirnya memilih mati.
Orang-orang inilah yang kemudian meninggalkan anak-anak kecilnya kini harus berada di panti balita, yang kemarin kita kunjungi, nak. Mereka sudah menjadi korban karena kehidupan ini terlalu berat. Maka maafkan nyanyakmu gak pernah mengajarkan dongeng yang sarat dengan iming-iming, sejak kecil ya…
Saya Cuma ingin Abib memahami bahwa kehidupan ini amat keras, tapi indah. Betul deh, indah. Karena seperti yang dirasakan setiap ibu setiap melahirkan anaknya. Sakit setengah mati, sampai rasanya tak tertahankan dan ingin nyerah aja. Namun segala kepedihan itu terbayarkan tuntas dengan tangisan dan wajah manis bayi merah yang kemudian ada di dekapan…
Ya begitu lah hidup. Saya ingin dia tahu bahwa dia harus berjuang keras, harus kuat, harus berani, harus mampu berdiri diatas kakinya sendiri, harus memahami konsep Tuhan dan meminta hanya pada Nya. Realita hidup ini bukan dongeng disney, semua orang akan mendapatkan apapun yang ditabungnya. Berusaha, berdoa, berbuat baik, berempati, menyayangi sesama, mampu menahan diri, dan segala hal lain yang diupayakan sekuat tenaga itu akan menjadi tabungan untuk hadiah besar dikemudian hari. Begitu bukan, janji Allah?
Hehehe..saya keras ya? biarinlah. Saya gak mau dia tumbuh jadi anak manja yang bikin repot orang lain. Saya ingin dia berjuang untuk dunia dan akhirat, dengan cara yang baik.
Apalagi dia makin besar, hari ini usianya sudah empat tahun. hehehe..EMPAT TAHUN. masya Allah, 4 tahun. Dengernya deg2an. Sebab seingat saya, sejak usia 4 tahun lah saya mulai mmiliki ingatan soal masa kecil. So, mungkin ini saatnya untuk lebih giat mengajak abib bermain, tertawa, bersenang-senang, menikmati masa kecilnya yang Cuma datang sekali. Namun juga tetap bertahan pada prinsip kebutuhannya untuk meningkatkan kemampuan menjalani hidup. Menanamkan nilai-nilai agama, kebaikan dan kecerdasan.
Jangan lupa juga untuk terus memberikan tantangan setiap hari. Sebab dear Abib, mamakmu ini gak mau kamu tumbuh lemah dan bergantung pada manusia lain. karena tempat bergantung satu-satunya itu hanya Allah SWT, gak ada lagi yang lain. kamu akan selalu kecewa saat bergantung pada mahluk hidup yang bisa mati.
Mungkin ia akan merasa sedikit gundah, saat saya bilang “Kita mahluk hidup, nak. Kita bisa saja kalah. Dan itu enggak apa-apa, artinya kita harus bisa bangkit lagi, semangat lagi, dan coba lagi. gak boleh nyerah.” Demi menjawab pernyataan gurunya yang membuat saya kesal, itu.
Mungkin Abib juga akan merasa saya adalah ibu yang tangannya sekuat besi, dan punya kepala sekeras baja. Mungkin dia juga akan jadi anak yang berbeda dari teman-temannya di sekolah.
Tapi semoga kedepannya ia mampu menyadari bahwa saya dan bapaknya menerapkan semua itu karena kami sangat cinta sama Abib. Yang sudah jadi orangtua pasti paham rasa sayangnya, sebesar apa. Kalau bulan bisa dibeli, kami pasti akan membelikannya buat Abib. Tapi, prinsip dan standar benar salah, adalah sesuatu yang harus dipertahankan. Dia harus mampu memahami bahwa Tuhan menciptakan kehidupan, agar semua dari kita bisa terus belajar, terus bertahan, berjuang dan bisa menjadi manfaat untuk banyak mahluk lain.
Bagaimana ia bisa melakukan semua itu, kalau sejak awal, kami tidak membekalinya dengan kemampuan, semangat, dan hati yang besar untuk bisa menerima kekalahan dan berjuang lagi?
Semoga juga Abib, pada akhirnya, bisa menyadari alasan saya dan bapaknya menamai dia Langit Habiby. Nama yang kalo diartiin sebagai “kesayanganku langit” ini sebetulnya bermakna dalam, dan memiliki doa yang sangat kuat. Kami ingin anak yang lahir pertama ini menjadi manusia yang berhati lembut, ramah, fleksibel, menyenangkan, cerdas, kuat, berani, mandiri, bahagia, menyayangi dan disayangi seluruh mahluk, menyayangi dan disayangi Allah, seluas langit yang gak ada ujungnya.
Hari ini usianya sudah 4 tahun. semakin besar, semakin cerdas, semakin kuat. Semoga segala doa-doa kami didengar Allah, dan dikabulkan. Karena, bib, nyanyak dan ended tidak ingin kamu hidup terlalu nyaman, dengan fasilitas penuh, tanpa kamu tahu bahwa diluar sana ada orang-orang yang tidak seberuntung kamu. Kami tidak ingin jadi orangtua yang terus menerus memenuhi keinginanmu, meski itu sesederhana “tidak ada yang kalah, semua menang”.
Jadi, semangat ya nak. Satu2nya hal yang kami bisa janjikan sekarang adalah dukungan, dan cinta. Kami terlalu cinta, hingga tak ingin kamu tumbuh jadi manusia yang semena-mena, curang, dan lemah, hanya karena kamu tidak tahu bahwa kita semua bisa saja kalah.
Selamat ulang tahun, Langit kesayangan kami.
Tumbuhlah dengan kokoh, berpikirlah dengan logis, bersikaplah dengan hati, dan jadilah manusia yang dicintai Allah. Kamu pasti bisa. Kami percaya…
Wow.. This is something new for me mbak.
Selama ini saya percaya untuk seusia itu ya lebih baik semua menang. Saya cerna dulu ya mbak..
hehe…ya gak usah terlalu dicerna juga mbak. Jalankan aja parenting dengan gaya masing2. Kan my kids my rules mbak. Kepercayaan dan prinsip ya pegang aja yang erat, gak usah terpengaruh. Hehehehe..