Senang ya dalam waktu belakangan ini ada begitu banyak film yang bisa ditonton, sambil bawa abib. Hahaha.. maklum ya, namanya juga emak2.
Mulai dari everest, hotel transylvania 2 (yang udah dinanti2 banget, krn liat trailernya kocak), the martian, PAN, dan the walk. Ihiyyy..
Meski ya, gak semuanya bagus, tapi semuanya menghibur.
Kaya hotel transylvania 2 deh, ceritanya sebetulnya lebih oke yang pertama. Tapi sekuelnya ini LUCU BANGET. Asli, gimmick nya selalu bikin ngakaaaaakkk. Seneng banget nontonnya karena gak berhenti ketawa sepanjang film. Abib juga seneng banget nontonnya.
PAN, adalah film yang udah saya nanti2 juga. lebih kepada karena saya sukaaaaaaa banget sama cerita peter pan. Dari kecil dulu, bedtime story yang paling tak terlupakan adalah peter pan. Konsep “Happy thoughts” dan menolak dewasa ini adalah sesuatu yang amat menyenangkan buat saya. dari dulu selalu senang nonton berbagai versi peter pan.
Sayangnya yang ini, yaaa…so so aja sih filmnya. Buat saya skornya Cuma 6,5 lah. Karena akting si peter (Levi Miller) jelek banget, heu. Jadi rusak aja gitu semua tampilannya. Trus ceritanya juga Cuma menarik di 20 menit awal, itu juga karena rame aja macam nonton mad max: fury road. Sisanya naik turun bikin ngantuk.
Jadinya lebih seneng nonton peter pan (2003) dan hook. Pesan-pesannya pun macam enggak sampe karena karakternya gak ada yang kuat. Intinya mah, film ini berlangsung dengan rasa yang dataaaaaaar banget. Fyi, abib aja nontonnya bosan. Hahaha..padahal biasanya dia suka banget nonton film yang tipikalnya klasik2 gini. Cuma karena saya suka sama ide peter pan, jadi ya nontonnya seneng2 aja.
Everest, ehm, gimana ya. ini film, pemainnya A lists semua, tapi rasanya empty. Hahaha..entah ya apa yang salah, tapi kadang emang eksekusi true story suka hambar gitu. Everest, salah satunya. Sutradara Baltasar Kormakur lebih milih menyajikan tragedinya secara mendalam dengan kecenderungan menampilkan realita ketimbang pendekatan bombastis. Ini bikin everest jadi seperti film dokumenter.
Visualnya sih bagus ya, si abib bengong liatin gunung salju. Tapi tampilan efek realita itu, bikin ini film jadi gapunya momen spektakuler, yang bisa bikin penonton bisa berasa ada ditengah bahaya besar gunung es dan badai. Gak ada tegang2nya sama sekali deh. Masih lebih tegang nonton vertical limit dulu jaman sma. Aktingnya sih bagus semua, tapi sisi naratif dan storytellingnya gak bisa mindahin fokus dari satu karakter ke karakter lainnya dengan smooth. Ga ada chemistry antar pemain. Gak seru lah intinya mah.
Tadinya saya mikir, yah namanya juga true story kali, jadi susah bikin cerita yang lebih menarik. Sayagngnya pendapat ini terbantahkan oleh The Walk. Baru tadi sore saya nonton The Walk. Dan selesai film saya lemes. Hahahahhaa…nontonnya harus di IMAX ya biar berasa. Ini kaya nonton gravity dulu gitu, deg2annya berasaaaaa banget. Dan ini true story.
Saya selalu suka sama joseph gordon-levitt. Suka banget, karena dia selalu sukses meranin karakter, yang selalu beda di hampir tiap filmnya. Dan di the walk ini, dia tiba2 punya aksen pepe le pew. Hahaha…luar biasa. Tapi film ini, eksekusinya dahsyat sih. Sinematografinya apalagi. Sudut-sudut pengambilan gambar, garis-garis lurus, asli lah nikmat banget nontonnya. Si abib bahkan lebih suka nonton ini ketimbang PAN. Hahaha..
Tapi yang jelas saya nontonnya sampe mual, saking deg2an. Saya berasaaaaaa banget ada di situ, di twin tower, dan lagi ngeliat phillipe jalan di atas seutas wire, depan mata saya. tangan sampe dingin saking ngeri. Pesan dari film nya juga sampe banget. Film yang keren dan menyenangkan.
Satu lagi, THE MARTIAN.
Fffuuuhhh…sebenernya saya lebih suka nonton The walk, karena lebih berasa “tenggelam” di dalam filmnya. Oke saya bahas dikit filmnya. Film ini bagus ceritanya. Meski satu dua sisi mungkin masih berpotensi diperdebatkan dalam segi akurasinya, tapi ya kayanya semua fiksi ilmiah juga gitu ya. akting Matt Damon sih seperti dia biasanya. Bagus2 aja, gak terlalu spesial, meski ada beberapa adegan yang cukup memerlihatkan bahwa dia sebetulnya sedih banget. Menurut saya sih masih lebih bagus aktingnya tom hanks di cast away.
Segi penggarapan teknisnya bagus, detail visual dari 3D nya juga cakep. Apalagi ditambah soundtrack lagu-lagu disko, rasanya jadi lebih fun. Kaya nonton guardians of the galaxy gitu. Rasa kesepiannya gak seperti Life of pi, atau gravity, gak terlalu mellow, karena si Mark ini karakternya tenang dan pinter banget. Dia terlihat sangat siap dengan apapun cobaan yang datang. The Martian, menurut saya, bukan film genre sci-fi yang kelewat serius kaya interstellar, karena idenya amat simple dan eksekusinya aplikatif banget. Hehe..film ini bikin science kelihatan sangat FUN. Saya suka banget adegan dia bisa numbuhin kentang di Mars, lalu bilang “In your face, Neil Armstrong!” keren!
Tapi, The Martian, punya makna tersirat yang daleeeem banget buat saya. pada akhirnya, sukses bikin saya mewek dan mellow. Karena saya tau, perasaan dia. saya ngerti, apa yang dirasain sama Mark Watney (Matt Damon).
Isunya pasti berasa basi, karena saya bahas mulu di blog ini. tapi believe me, rasa sedih ini kalo kecolek langsung bikin mewek. Hahaha..
Jadi, dua tahun lalu setelah mama meninggal, tante saya meninggal sebulan setelahnya. Ibu dari sepupu kesayangan saya, yang tumbuh bareng saya dari kecil sampe sekarang. sepupu yang selalu ada buat saya, dan saya juga berusaha selalu ada buat dia. orang yang tidur sama saya, begadang ngakak2 buat nemenin saya di malam sebelum menikah. Tiba-tiba kami berdua dihadang oleh suatu perasaan sedih yang sama, di waktu yang berdekatan.
Dia selalu bilang..”Ditinggal mama meninggal, rasanya kaya dilepas ditengah hutan, sendirian. No clue.” Saya selalu setuju, sampe akhirnya nonton The Martian. Dan saya sekarang bisa bilang..”Ditengah Hutan, masih bisa nyari jalan keluar, masih bisa melakukan sesuatu, masih bisa makan sesuatu. Buat saya, ditinggal mama meninggal, rasanya kaya ditinggal di Mars, sendirian.”
Hehehe..
Tapi bener. Iya, beneran.
Saat Mark memulai realitanya bahwa ia sendirian di Mars, saya mulai mewek. Hahaha maafkan kecengengan ini. karena saya mengidentifikasi diri saya sendiri. Awalnya dia kebingungan, sedih, takut dan sebagainya. Sampe akhirnya dia memutuskan untuk tidak akan menyerah, lalu akan tetap berusaha hidup.
“We’re gonna have to science the shit out of this place.” Adalah kalimat songong yang kuat banget. Hehehe..ia lalu mengerahkan seluruh ilmunya buat bertahan hidup. Sebagai botanis, yang pertama dia pikirin adalah gimana cara membuat makanan. Lalu dia berhasil, lalu gagal, lalu sempat kehilangan harapan. Kemudian orang-orang di Bumi menangkap keberadaannya di Mars, dan NASA, memaksimalkan kemampuan demi berusaha untuk menyelamatkan dia.
Setiap orang di dunia mengerahkan dukungan, dan dia jadi bintang selama beberapa waktu. Dengan konflik ini itu, yang masuk akal dan mendebarkan, akhirnya ia berhasil selamat (ups, maaf ya spoiler. hehehe)
Lalu saya merasa film ini adalah tentang saya. saya tiba-tiba ditinggal mati mama, lalu merasa benar-benar sendirian didunia. Desperate buat beberapa waktu, kehilangan harapan, kehilangan nafsu makan, dan gak pengen lagi ngelanjutin hidup. Namun pada akhirnya saya ngerasa bahwa saya harus bangkit. Saya harus hidup, dan menjalani kehidupan lebih baik lagi. karena itu adalah bekal utama yang ditanamkan mama sejak kecil.
Pontang panting setengah mati dia berusaha membesarkan saya, memberikan seluruh ilmunya tentang kehidupan, dan memaksa saya untuk bisa survive dalam kondisi apapun. Semua itu akan sia-sia kalau saya menyerah. Meski pada kenyataannya, menjalani hidup tanpa mama, rasanya ya….no clue. Hahaha..
Saya benar-benar kehilangan tempat cerita dan tempat bertanya. Apapun yang terjadi, baik atau buruk setelah mama meninggal, saya masih refleks ingin menelepon mama, sampe sekarang. karena begitulah yang saya lakukan sepanjang hidup. Bercerita dan bertanya, sama dia. sekarang saya harus berusaha keras mengingat, apa saja yang pernah ia ajarkan, untuk bertahan hidup.
Saya harus berusaha menjalankan setiap pesan-pesannya, dan mengaplikasikan teknik-teknik yang pernah ia contohkan untuk bersosialisasi, mendidik anak, menjadi istri, bekerja dan seluruh peran dalam kehidupan. Iya, seperti Mark, saya juga sebetulnya punya cukup bekal kok untuk menjalani hidup. Tapi, seperti Mark juga, kehilangan arah dan merasa sendirian itu enggak enak.
Untungnya saya punya poe, abib, keluarga dan teman-teman yang selalu ada. Selalu mendukung dan menemani, sampai saya juga yakin bahwa saya bisa kok tetap survive. Entah ya, pada akhirnya saya sudah terselamatkan dan menjalani hidup normal lagi, atau belum. Nampaknya sudah sih, hehehe..
Meski rasa kehilangan itu nampaknya akan tetap ada. Heu.
Tapi terima kasih banyak buat THE MARTIAN. Karena film ini gak menawarkan pesan inspiratif kosong yang basi, gak nyuruh kita untuk mengikuti mimpi, atau memberikan saran bahwa tak ada kesuksesan yang bisa terjadi tanpa kerja keras, luka dan kegagalan.
Film ini simple. Dia bercerita mengenai hidup. Karena hidup seringkali terasa menyebalkan, the nature is brutal, dan menjalani kehidupan itu sebenarnya gak mudah. Pesan dari film ini adalah memaksa kita untuk bisa menggunakan seluruh kemampuan, ilmu dan apapun yang pernah nyangkut di otak serta kemampuan insting untuk bertahan dan maju.
Film ini membangkitkan lagi rasa dalam diri saya untuk percaya sama diri sendiri. Bahwa sesusah apapun, sesakit apapun, sesedih apapun cobaan dalam hidup, kita tetap harus percaya. Sama Tuhan dan sama kemampuan kita; that we can always do anything.
Jadi, ada yang mau tau rasanya ditinggal mati ibu? Nonton the martian deh.