“Gue lagi ngurus sidang cerai sama suami gue…”
Sungguh sebuah kalimat yang sukses bisa membuat mata saya, kemarin, melek pagi-pagi buta. Apalagi diucapkan berbarengan dengan isak tangis. Hati saya pedih sekali. Bukan Cuma karena membayangkan betapa bahagianya teman saya itu, dulu, saat baru menikah. Tapi membayangkan putri mereka yang kini baru saja berulangtahun ke tujuh..
Cerai.
Damn.
Harus banget, cerai?
***
Perpisahan itu, sebetulnya selalu menyedihkan. Entah apapun latar belakang cerita, bagaimanapun kisahnya, tetap saja sedih. Dulu, mama saya, selalu mengingatkan bahwa pernikahan itu adalah sesuatu yang amat LUAR BIASA tanggung jawabnya. Hubungan pernikahan itu amat berbeda dengan hubungan lainnya. Persahabatan, karena enggak terikat dengan apapun, biasanya dijalani dengan lebih santai dan banyak pengertian.
Apalagi hubungan saudara atau orangtua dengan anak, yang selalu berujung pada pemakluman. Karena kita gak bisa memilih siapa yang ditakdirkan menjadi orangtua, anak, atau seluruh anggota keluarga. Tapi pernikahan? kita wajib memilih. Wajib menjalaninya dengan baik, dan memahami betul segala konsekuensinya.
Saya sendiri seumur-umur selalu ngeri setiap dengar kata pernikahan, apalagi banyak alasan yang amat sederhana, menurut saya. seperti “Udah cocok aja,” “Ya nunggu apalagi, umur gue udah segini..” atau “Gue sayang banget sama dia,”…
Bah. Kata mama, kita gak makan cinta. Hehehe..
Ya cinta itu PENTING. Elemen terpenting dari setiap hubungan apapun, tapi buat saya, cinta datang setelah alasan logis. Oh tenang, saya bukan sekadar nyeplos. Karena nasib saya jadi “kuping” buat banyak orang, jadi saya udah lebih dulu ngambil pelajaran dari banyak kisah. Dan itu enggak sedikit.
Ada satu sahabat hati yang kisahnya paling menggetarkan, buat saya. dia teman saya dari kecil, dan hidup di tengah perang lempar piring, lempar setrikaan, dan bantingan pintu. Orangtuanya adalah pasangan yang romantis waktu dia masih kecil, tapi kemudian berubah di usianya sembilan atau sepuluh tahun. masih SD lah pokoknya.
Hmppfff..tiap hari dia bawaannya mau kabur dari rumah. Tapi mau gimana, namanya anak kecil. Gak berani. Akhirnya dia pulang dan mengurung diri dalam kamar. Mirip lah sama cerita alia di AADC dulu, tapi bedanya, teman saya ini masih amat kecil. Dia Cuma bisa diem di kamar, baca buku sambil dengerin lagu metal dari walkman yang disetel kencang. Pura-pura tidur, matiin lampu, padahal ketakutan.
Makanya dia sempat takut sama gelap dan kagetan tiap dengar suara kencang. Sedih banget kalo denger ceritanya. Dia selalu minta ditampung, dan menolak pulang meski sudah dijemput ayahnya. Kegetiran itu kemudian ditambah realita yang berjalan lebih pahit lagi. ayahnya kehilangan pekerjaan, dan mulai jadi pengangguran dirumah.
Beh, suasana jadi tambah runyam. Setiap pulang sekolah, ada aja kesalahan yang teman saya lakukan. Padahal dia Cuma anak kecil, yang menjalani kegiatan seperti anak kecil. Tapi kenyataan selalu memaksa dia untuk tumbuh dewasa lebih cepat. Dia jadi lebih pinter bohong, pinter ngelawan orangtua, dan pinter sekali menahan perasaaan. Dia tidak ekspresif seperti anak-anak pada umumnya, yang kalau kesakitan lalu menangis. Yang masih suka merengek, atau merajuk manja. Realita keluarganya membuat dia gak punya tempat untuk gelendotan.
Ya wajar juga sih, karena setiap kali ayahnya merasa bahwa teman saya melakukan kesalahan, akan ada “hadiah” dari gesper, ember, gelas, gagang pel, atau tangan kosong.
Ngeri ya?
Nanti saat tengah malam, karena ayahnya gak tidur sama ibunya, dia yang nemenin ibunya. Dan dia, adalah anak kecil, yang setiap malam memeluk air mata ibunya. Dia harus lebih kuat dari ibunya, karena itu dia gak pernah cerita perihal pemukulan yang terjadi nyaris tiap hari itu. dia memilih diam, dan menjadi anak yang sedikit nyentrik disekolah.
He eh nyentrik, dan bikin dia pernah jadi korban bully temen-temennya. Karena dianggap aneh, suka ngomong sendiri (oh iya dia punya teman khayalan sampe kelas enam SD), dan kerjanya ngelamun. dia dimusuhi, karena aneh. Bisa ngebayangin rasanya? Disekolah gak punya teman, dan dirumah neraka dunia.
Dia sampe udah lupa rasanya menangis, karena tiap dia menangis, dia akan kena pukul. Dia juga lupa caranya mengeluh, karena keluhan ibu nya lebih menyedihkan. Dia tumbuh jadi anak perempuan yang gak punya arah. Berkali-kali dia minta ibunya untuk bercerai, tapi ibunya menolak. Karena buat ibunya lebih baik menahan sakit hati ketimbang menghancurkan hidup anak-anaknya dikemudiann hari karena bercerai.
“Iya, dia Cuma sakit hati, nah gue sakit sebadan-badan..” kata dia suatu hari sambil
nyengir.
Sampe akhirnya, saat lulus SD, dia memilih untuk move on. Dia menolak teman khayalan dan kesepian. Dia menolak kesepian dan berlarut dalam kesedihan. Ya memang sih, segila-gilanya hubungan pernikahan kedua orangtuanya, dan secengeng-cengengnya ibunya, tetep aja si ibunya itu ada buat dia. Dan masih bisa selalu mengajarkan banyak kebaikan. Bahkan saat kita mulai remaja, ibunya itu adalah orang yang asyiknya kebangetan, bisa diajak nongkrong bareng.
Dia berubah jadi anak yang amat menyenangkan waktu SMP. Temannya segambreng, dan suara ketawanya itu loh. Seru banget. Kalo dia dateng ke sekolah, kita yang dikelas udah bisa denger suara ketawanya, padahal dia masih di gerbang. Hahahaha..
Gak ada seorang pun yang bisa ngebayangin bahwa dia hidup ditengah keluarga yang hancur berantakan. Karena dia terlalu terlihat happy. Bener juga ya kata pepatah, orang yang suara ketawanya paling kenceng itu biasanya sedang berusaha nutupin sesuatu yang berat…
Ya pada akhirnya, di kelas tiga SMP, orangtua nya bercerai.
Tapi emang masalahnya selesai sampai disitu? Ya enggak. Hal yang selalu dikeluhkannya adalah “Katanya kalau masih berada dalam pernikahan, mereka gak bahagia dan harus ribut tiap hari. Sekarang udah cerai, ya sama aja! Tetep aja ribut, tetep aja nyusahin gue…”
Iya sih nyusahin banget, dia sempat beberapa kali harus bolos sekolah karena dipanggil ayahnya dan diomongin jelek-jelek soal ibunya, tapi ujungnya mau balik kerumah. Lalu nanti malem-malem pulang kerja, ibunya curhat, dan dia sambil ngantuk-ngantuk harus tetep dengerin. Lah anak belasan tahun disuruh jadi penengah hubungan pernikahan, kan gila.
Dia itu, jaman Kuliah sempet suka banget ngulang-ngulang lagu eminem yang judulnya mockingbird. Tau gak lagu itu? tahun 2005.
“Hailie, I know you miss your mom, and I know you miss your dad
When I’m gone but I’m trying to give you the life that I never had
I can see you’re sad, even when you smile, even when you laugh
I can see it in your eyes, deep inside you want to cry
‘Cause you’re scared, I ain’t there? Daddy’s with you in your prayers
No more crying, wipe them tears, Daddy’s here, no more nightmares”
Dan endingnya
“And if you ask me to, Daddy’s gonna buy you a mockingbird
I’mma give you the world. I’mma buy a diamond ring for you
I’mma sing for you, I’ll do anything for you to see you smile
And if that mockingbird don’t sing and that ring don’t shine
I’mma break that birdie’s neck
I’ll go back to the jeweler who sold it to ya
And make him eat every carat don’t fuck with dad (ha ha)”
Lalu dia bilang “Enak ya jadi anaknya eminem, segila-gilanya hubungan emak bapaknya, bapaknya akan selalu ada belain anaknya. Nah gue? Boro-boro…”
Sedih ya? padahal lagu itu aja udah sedih, ini lebih sedih.
Jadi soundtrack hidup dia itu selalu lagu-lagu kasar, sedih dan mengerikan. Soundtrack idupnya tuh lagunya pink yang family portrait, lagunya blink 182 yang stay together for the kids, dan sejenisnya lah. Dia gak punya waktu buat patah hati dan sedih karena hal-hal cemen, kaya abg pada umumnya.
Dia sempet terjebak sama narkoba satu atau dua tahun, sempat pacaran sama semua cowok yang bisa dipacarin Cuma buat nyakitin hati mereka, sempat ngalamin semua kenakalan yang buat saya kadang speechless.
Tapi untungnya, dia sekarang udah move on kok. Dia akhirnya melarikan kesedihan itu buat jadi pelajar yang agak gila, setiap sedih, dia ngerjain tugas. Dia kuliah sampe pinter. Dia kerja sampe kaya. Dan untungnya juga dia gak pernah ngelepas ajaran agamanya, setelah berhasil melawan ketakutan dan kesedihan itu.
Mungkin Tuhan selalu kasih dia umur, padahal udah beberapa kali nyaris mati, karena dia memang pada akhirnya jadi jauh lebih baik ketimbang semua teman-temannya. Dia jadi lebih kuat dan hebat. meski ya kadang masih keliatan sih trauma dan keanehannya. Hehehe…
Gila lah kalo nyeritain dia sih ga akan ada habisnya. Buat saya, kisah hidupnya adalah pelajaran yang penting. Ya bukan Cuma dia sih kisah broken home yang saya denger. Tapi dia itu inspiratif banget, karena berhasil melawan dirinya sendiri. Berhasil move on, yang gak semua orang bisa. Bahkan bisa melawan kebencian itu, dengan berusaha jadi orang yang baik banget sama semua orang.
**
Maka, saat angkat telepon temen saya yang mau cerai itu, saya jadi inget dia. sahabat kecil saya yang setengah mati menjalani kehidupan. Apakah hal macam begitu yang akan terjadi pada putri temen saya yang mau bercerai itu?
Apa sih yang terjadi?
Kenapa belakangan ini begitu banyak orang bisa bercerai, atau tidak bercerai dan memutuskan untuk menjalani pernikahan dengan hambar lalu begitu saja, tanpa ada usaha untuk memerbaiki?
Buat saya sih, bertengkar depan anak itu enggak apa-apa banget, selama ujungnya si anak bisa ngeliat juga bahwa orangtuanya menemukan solusi dan harmonis lagi. jadi anaknya belajar untuk menyelesaikan masalah.
Gusti. Saya bukan psikolog, dan saya gak punya hak apapun untuk men judge siapapun. Semua orang berhak menjalani pernikahannya dengan cara apapun. Saya ini Cuma kuping lebar yang suka dengerin curhat orang. Jadi saya gak akan beropini apapun.
Saya Cuma sering sedih ngebayangin awal pernikahan seseorang yang so sweet bisa berakhir dengan setrika terbang atau lemparan piring. Saya juga sedih ngebayangin perasaan anak-anak yang gak pernah mengerti, kenapa orangtuanya selalu mengajarkan dia untuk sopan, baik hati, berbagi, ngikut aturan agama, tidak marah sambil berteriak, tidak membanting-banting barang kalau kesal dan seribu aturan lainnya…
Yang pada akhirnya dilanggar secara holistik oleh si pemberi aturan.
Saya pernah jadi anak. Dan saya pernah jadi pendengar curhat anak-anak yang kehilangan masa mudanya. Sekarang saya sudah berubah jabatan, menjadi orangtua.
Yang ada di kepala saya Cuma doa. Semoga Allah gak ngasih saya ujian seberat itu, dan juga selalu melindungi anak saya dari kejadian-kejadian mengerikan yang dilakukan oleh orang-orang yang harusnya selalu melindungi dan mengajarkan kebaikan pada dia.
Semoga kita semua, orangtua, juga memanjatkan doa yang baik setiap saat ya. aamiin.