Mumpung lagi bisa, hajar lagi deh blog nya. Susah lagi nyari waktunya. Hehehe..
Jadi kemarin, di Sydney, kami datang ke pop up market, yang namanya Finders Keepers di Australian Technology Park. Naik kereta dari city, plus jalan kaki 500 meter-an deh dari stasiun Reidfern ke lokasinya. Sengaja banget deh mau dateng, demi ngeliat barang-barang kreatif buatan orang Australia.
Nah disana, saya nemuin satu stand yang namanya Welly’s Wonder ini. Saya, sebagai penggemar gambar-gambar kartun klasik, macam bikinannnya miss Potter ini langsung diem lama disitu. Sebab, mereka bikin gambar kartun yang persis si Peter Rabbit dkk, gayanya.
Tadinya saya mau beli salah satu poster gede buat dipajang. Tapi kayanya susah banget bawanya, takut lecek. Akhirnya saya liat buku cerita bergambar, dan langsung saya bayar setelah minta sign dari authorsnya. Mereka, sepasang suami istri Demelza Kaines dan Adam Murphy. Istrinya bikin cerita, suaminya gambar.
Yang bikin saya langsung pengen punya buku itu, bukan Cuma karena gambar dan kemasannya yang ciamik. Tapi karena kalimat di halaman ini.
Hahaha…
Ini jawaban Mama dulu, tiap saya ngeluh, kenapa sih kuping kok caplang banget. Saya suka sebel sama daun telinga saya yang lebar kaya gajah. Lalu mengeluh ke mama. dan dia bilang persis seperti yang buku ini bilang
“Mungkin kamu bisa jadi pendengar yang baik, jadi dikasih telinga lebar biar bisa dengerin orang..”
“Buat apa dengerin orang? Kan lebih enak didengerin…” kata saya.
“Kalau semua orang ingin didengar, lalu siapa yang tugasnya mendengarkan? Ribut dong dunia ini kalo semua sibuk bicara, tanpa ada yang mau mendengar?” gitu kata mama saya yang bijaksana itu. hehehe..
Dan omongan orangtua memang jadi doa. Pada akhirnya saya sekarang memang lebih suka mendengarkan orang lain. Yah well, meski akhirnya saya jadi bisa merangkai tulisan dari banyak cerita yang saya dengar itu, dan tetap membaginya dalam kisah. Hehehhee..
Tapi sebenernya, jadi pendengar itu enak loh. Ya asal kuat hati aja, gak kebawa perasaan dari berbagai kisah orang lain. dengan banyak mendengar, kita bisa jadi tahu lebih banyak. Jadi berhenti menghakimi, dan bisa menilai setiap kisah enggak dari satu angle aja. Kita jadi bisa menilai, dalam hati, siapa orang yang benar-benar tulus, dan siapa yang tidak.
Lalu, lambat laun, kita juga jadi bisa menempatkan diri. Kapan harus bicara, dan kapan harus diam mendengarkan. Karena gak semua orang yang gemar bicara itu, ingin solusi. Kebanyakan Cuma ingin didengar. Tak semua orang ingin mendengar pendapat kita mengenai ceritanya, langsung saat itu juga. Rata-rata hanya ingin mencari tempat untuk meluapkan isi hati, biar enggak gila.
Ini juga jadi amat menguntungkan buat saya, karena saya amat suka belajar tentang manusia. Sebab sesungguhnya manusia itu RUMIT. Ya bicara ini, tapi maunya itu. Ya hari ini begini, besok begitu. Gak bisa diukur dengan angka, tabel, dan kurva. Emosi manusia itu jauh lebih rumit ketimbang ilmu fisika atau kimia.
Jadi, selalu menarik dan enggak ada habisnya. Seru kan?
Kisah setiap manusia juga enggak pernah ada yang sama persis. Ada kemiripan, tapi pasti ada perbedaan. Makanya, dengan banyak mendengarkan, saya biasanya dapet banyak inspirasi buat nulis atau mengerjakan sesuatu yang saya suka.
Saya juga jadi belajar berempati. Sebab, enggak sedikit cerita yang penuuuuh dengan kesedihan. Dan kadang manusia bisa bertutur dengan cara yang amat pilu, hingga sedihnya terasa sampai ke hati saya, sebagai pendengar. Ini pelajaran penting juga buat saya.
Tapi, pelajaran yang paling pentingnya adalah, saya jadi semakin paham bagaimana cara menjalani hidup, ya dari kisah orang-orang. Keputusan yang diambil orang lain, cara orang lain menyikapi permasalahannya, dan hubungan sebab-akibat dari apa yang dilakukan seseorang dalam kehidupannnya. LUAR BIASA.
Jadi, kadang, saya enggak harus mengalami sendiri kesedihan yang pernah dikisahkan kepada saya, sebab saya sudah lebih dulu mengambil pelajarannya. Menguntungkan, ya kan?
Saya jadi bisa selangkah lebih maju, dan lebih dulu belajar tanpa harus benar-benar mengalami.
Si Poe suka sebel, kalo saya sering kesana dan kesini, Cuma buat dengerin orang curhat. Begadang semaleman, Cuma buat melukin temen yang lagi sedih. Buat dia, itu kegiatan yang melelahkan. Buat saya, enggak. Saya suka kok. Buat saya, ini penting. Karena nantinya, pengalaman saya jadi lebih banyak daripada banyak orang.
Padahal, Cuma modal dengerin, gak ngalamin. Hahaha..makanya saya seneng nonton film yang banyak dialognya.
Menarik banget mendengarkan manusia bicara tentang kehidupan.
Kadang memang bosan kalau harus berhadapan dengan orang yang terlampau mellow. Sebab, tipikal ini biasanya mengulang-ulang cerita, tanpa pernah punya solusi. Kadang sudah tau harus bagaimana, tapi enggan berbuat. Ia seperti demen tenggelam dalam kesedihannya. Gemes sih. Tapi gapapa, jadi tambahan jenis karakter buat saya kenali.
That’s why, saat buka buku cerita ini saya langsung senyum dan menahan air mata. ada juga orang lain yang berpendapat sama dengan mama saya soal kuping caplang. Saya jadi kangen mama, sekaligus merasa senang. Ya karena jadi pendengar itu sebetulnya amat menyenangkan. Ketimbang bicara melulu, tanpa ada yang mendengar.
Dahsyatnya menjadi pendengar, juga pernah diomongin sama Marylin Manson ketika kasus penembakan di columbine. Waktu itu dia diwawancara, dan ditanya: “What if the kids at columbine were here today, what would you say to them?
Dia jawab:” I wouldn’t say a single word to them. I’d listen to what they had to say. And that’s what NO ONE DID..”
Iya ya, bener juga?
Jadi yang punya kuping caplang, gausah malu. Kita bisa jadi pendengar. Yaaah…siapa tau ada gunanya buat mencegah kekerasan atau tindak kriminal… :))