Langit abu-abu, itu istilah saya dari kecil tiap kali merasa sedih. Selalu abu-abu yang jadi warna untuk menggambarkan kepiluan hati. Dan selalu langit yang saya lihat berwarna abu-abu setiap kali menangis.
Karena langit warnanya enggak abu-abu. Dan hanya mata saya yang merasa dia berganti warna. Dari biru menjadi abu-abu.
(foto dari sini )
**
Sejak kondisi mama semakin menyedihkan, tenggelam dalam berbagai kesakitan yang dialaminya, langit saya sudah berubah menjadi abu-abu.
Mama saya, satu-satunya orang yang paling mencintai saya di seluruh dunia ini, harus menahan segala sakit sendirian. Saya enggak bisa bantu apa-apa. Saya bahkan enggak pernah tau rasanya seperti apa.
Sekarang, Alhamdulillah, akhirnya Allah menyembuhkan mama. mengangkat segala kesakitan mama, untuk selama-lamanya. Kesakitan, kepedihan, kesedihan dan nyawa nya, sudah kembali kepada Tuhan.
**
Ada kelegaan di hati saya, karena tidak lagi harus menatap wajah sendu dan nyeri mama. Tapi sebagian besarnya, adalah rasa kehilangan yang tak terperi pedihnya.
Mengingat fakta bahwa mama saya orang baik dan in syaa Allah masuk surga, maka saya yakin, Allah memberikan hadiah buat mama, sekaligus ujian terberat untuk saya. Heu..
“Kalau mama meninggal, ikuti semua syariat agama, termasuk jangan pernah menangis meraung-raung berlebihan, sampe pingsan-pingsan.” Gitu kata mama dulu. Ok, mama saya meninggalkan BANYAK wasiat di masa hidupnya, saat sehat. Entah mengapa, segala pesannya tentang kematian, selalu diucapkan sejak dulu. Mungkin mama tau, bahwa di penghujung hidupnya, mama tak lagi bisa bicara.
Dan salah satu pesannya begitu. Maka saya, si drama dan susah move on ini, berusaha AMAT KERAS untuk menahan air mata di ujung kelopak saja. Padahal dalam hati, kepengennya jerit2 ngamuk. Tantrum macam abib kalo lagi capek. Tapi saya anak pertama, saya yang harus ada didepan kemudian menjelaskan segala pertanyaan tamu saat melayat mama.
“mama sakit apa?”
“meninggalnya kapan? Dimana?”
“apa kata dokter?”
Dan sebagainya.
Alhasil, seharian, saat saya kepinginnya Cuma diem dikamar sambil ngelamun, berdamai dengan segala rasa yang campur aduk antara menyesal, menyalahkan diri sendiri, dan kehilangan. Saya malah harus senyum, menjawab semua pertanyaan dengan tenang dan jelas, kemudian memeluk semua orang yang kehilangan. Sampai mual rasanya. Apalagi teman mama jumlahnya SUPER BANYAK. Semua kawannya dari kecil, smp, sma, temen kampus, temen kantor, temen main, tetangga, sodara, temennya sodara, dan sebagainya. Pelayat yang datang jumlahnya bahkan lebih banyak daripada tamu undangan pernikahan saya.
Untung sahabat-sahabat saya dateng juga. setidaknya ada yang memeluk saya, mencium saya, dan menguatkan saya, tanpa banyak nanya soal kronologis kematian, yang sebenarnya gak ingin saya ulang-ulang.
Cerita inilah yang saya ulang-ulang kemarin, demi menjawab segala keingintahuan tamu:
“Mama sebenarnya turun berat badan sudah sejak februari-Maret 2013, tapi saat itu masih biasa aja, belum terlalu terasa keluhannya. Yang jelas, kejadiannya pasca mama pulang jalan-jalan sama kawan-kawan ke bromo dan Malang. Setelah itu, kondisinya makin melorot. Seiring dengan berat badannya yang mendadak turun 10 kg. Karena khawatir, akhirnya mama mulai menjalani rawat jalan di RS Fatmawati.
Di periksa dari mulai paru-paru, jantung, THT, tulang, dan akhirnya darah. Sebab mama mengalami anemia, tapi kadar zat besinya tinggi. Maka, pertemuan terakhirnya adalah dengan dokter spesialis penyakit dalam-hematologi. Awalnya, mama sempat ragu saat dokter bilang mama harus diambil darahnya dari sumsum tulang belakang, sebab ada kemungkinan leukimia. Tapi akhirnya dokter Tan Shot Yen menguatkan pendapat itu.
Hasilnya: Myelodisplastic syndrome. (Masalah dengan sumsum yang sudah saya jalaskan disini.) penyakit preleukimia, dan masuk golongan kanker. Vonis ini datang sekitar 3 pekan yang lalu, dan dokter langsung dengan menyebalkannya bilang: MDS, gak ada obatnya. Paling kita bisa coba transfusi darah atau transplantasi, meski transplantasi resikonya tinggi sebab sudah tua. Nanti kalo hemoglobinnya sudah 8 kebawah, wajib transfusi, kita lihat 2 minggu lagi.
Lugas dan menghancurkan perasaan.
Sejak vonis itu, mama keliatan banget drop. Makan yang tadinyasudah susah, makin susah. Semakin terlihat enggak semangat. Kita nyiapin semua, dan menawarkan 2nd opinion. Tapi mama enggak mau. Kita bahkan sudah searching RS kanker di singapore, dan mengirimkan data kesehatan mama. ini adalah masalah penting: psikologis. Mama jadi terlihat semakin sakit.
Akhirnya kita mencoba tahitian noni (jus mengkudu) dan ganti 100 persen air minum mama dengan air zam zam. Karena mama emoh pergi ke dokter lagi. Semangat mama yang tadinya terlihat saat vonis, ternyata palsu. Maksudnya, di hadapan kami, seolah semangat, tapi semenjak itu mama gak keliatan lagi kepengen sembuh.
Yang terjadi akhirnya, kondisinya terus menurun, dan nafasnya semakin berat. Keliatannya sesak betul. Bodohnya kami, enggak maksain aja mama periksa sesak nafasnya. Kami pikir, itu bagian dari kesakitan kankernya.
Dan yang paling nyantol di kepala saya, termasuk yang paling bikin hati saya berat sekali melepas mama, adalah sejak Jumat (15/11) mama mendadak minta dipindahin ke Bekasi. Saat itu kondisi mama sudah susah jalan, tiap berdiri dari kasur, nafasnya sesak. Akhirnya, karena mama tinggal dirumah saya, mulailah saya bikin time table untuk mama. Hasilnya alhamdulillah baik, maksudnya mama bisa minum jauh lebih banyak ketimbang sebelumnya. Makan pun akhirnya saya coba di jus, dan bisa masuk. Mama juga mulai mau minta makan.
Tapi, kondisinya sebenarnya tidak membaik. Semakin hari semakin susah bangun, sampai pipis pun enggak sadar. Akhirnya saya yang mandikan dan pakaikan pospak. Karena kasian kalo ngompol kan basah, jadi dingin. Puncaknya adalah minggu (17/11). Saat itu, mama baguuuuussss banget, banyak senyum, banyak berusaha ccerita meski sudah agak linglung dan makannya bisa masuk banyak.
Tapi ternyata semalaman mama batuk, sampai enggak tidur2. Saya yang jagain di sampingnya sampai bingung, padahal kemarinnya udah enggak batuk lagi.
Akhirnya senin pagi (18/11) mama sudah menolak makanan apapun yang saya tawarkan. Mama Cuma mau minum jus alpukat, mengkudu nya dan air zamzam. Saya memutuskan untuk membawa mama ke dokter. Tapi, ya itu, terlambat karena semua dokter hematolog sudah penuh jadwalnya, sementara hematolog mama di fatmawati enggak ada jadwal praktek.
Untungnya sahabat saya kasih nomor telepon dr basuki Supartono ahli stem cell. Saya telepon dr Bas, dan dikasih rekomendasi hematolog, dr Prasetyo Widhi Buwono. Dia praktek di klinik miliknya sendiri, daerah condet, namanya Klinik Budhi Pratama. Tapi prakteknya jam 7.30 malam. Akhirnya sambil menunggu waktu, saya panggil teknisi dari lab prodia, untuk ambil darah lengkap dirumah.
Saat itu mama masih sadar kok, masih bisa bicara. Masih nanya. Dan hasil tes darahnya bagus. Detailnya saya lupa, tapi trombosit dan leukositnya masih di garis normal. Hemoglobinnya bahkan naik dari angka 3 pekan lalu yang 8,6. Kini jadi 9,6. Jadi seharusnya belum butuh transfusi darah.
Tapi kondisi mama makin melemah. Akhirnya saya baru mikir tentang infeksi sekunder, karena daya tahan tubuh yang turun karena mama gak mau makan, kemudian masuk penyakit lain. stupid. Kenapa baru kepikiran sekarang.
Dan bener aja. Setelah diperiksa dr Pras, dia bilang mama kena pneumonia. Dan harus dirawat. Tapi karena kliniknya gak punya fasilitas, akhirnya mama dirujuk ke RS Fatmawati. Sayangnya sudah keburu malam, dan satu2nya instansi yang buka hanya IGD.
IGD RS Fatmawati jam 10 malam, adalah kabar buruk untuk mama. sebab semua juga tahu, IGD itu selalu penuh. Susternya cerita, sebagian besar pasiennya adalah pemegang kartu jakarta sehat. Menumpuk senumpuk2nya. Dan prosedur RS, pasien UGD harus dites dulu, baru dipilihkan ruangannya, kemudian ditangani dokter spesialisnya.
Ok. Jadi tes darah tadi siang enggak ngaruh. Karena mama harus menjalani tes darah lagi, dan foto rontgen, kemudian menunggu sekitar 2 jam, baru ditentukan ruangannya. Segala tes nya saja baru selesai jam 12.30 pagi. Sekitar jam 2.30, dokter IGD baru bilang bahwa mama harus ditempatkan diruangan high care. Ruangan ini semacam ICU, tapi peralatannya tidak selengkap ICU. Jadi satu level dibawah ICU lah. Sayang, ruangan high care penuh. Dan dokter memberi opsi, apakah mau bertahan di IGD sambil nunggu ruangan, atau dirujuk ke RS lain.
Subuh buta gotong mama lagi ke RS lain, tentu bukan pilihan. Kasihan lah mama. saya minta ditaro di ICU, dia bilang “Belum perlu, karena tidak se urgent itu”. akhirnya saya, adek saya dan poe meminta mama dmenunggu ruangan di kamar rawat inap saja. Karena gak tega kalo harus lama-lama di IGD. Dokter malah bilang, “High care diutamakan untuk pasien dari IGD” ah. Tapi akhirnya, kami tetap memboyong mama ke kamar rawat inap VIP. Kenapa VIP? Karena dokter bilang, harus ruangan sendiri, sebab dikhawatirkan penyakitnya menular.
*geleng2 ini pelajaran penting buat kami. *helaNafas
Jam 4.30 pagi, mama baru ditaro diruangan. Panjang banget malam itu buat kami bertiga, eh berempat sama abib. Anak saya tidur di mobil, saya dan Poe gantian bolak balik.
Saat adzan subuh berkumandang, saya elap2 mama, wudhu kan, ganti pospak, dan ajak mama solat. Setelah itu, saya minta gantian sama adek. Karena saya bawa abib, kasian anak saya, biar tidur dulu dirumah. Nanti jam 9an balik lagi ke RS gantian jaga.
Saya pulang. Tidur.
Tiba-tiba jam 7 pagi, Selasa (19/11), adek saya nelepon dan menyampaikan kata2 yang membuat dunia saya berputar gak keruan. “Mama sudah dinyatakan meninggal sama dokter teh..elo langsung ke ps minggu aja, gue urus2 disini. Biar poe bisa urus pemakaman, dan elo bisa nerima tamu nemenin rani..”
Pneumonia. Bukan MDS. Infeksi sekunder. Bukan yang premier. ….”
Mengulang cerita itu, terus membuat hati saya hancur porak poranda. Tapi saya sadar, saya enggak boleh menyesal. Karena bagaimanapun, saya tetap dikasih sedikit kesempatan oleh Tuhan untuk mengurus mama di hari-hari terakhirnya.
Meski saya, sedikitpun, tidak pernah terpikir bahwa itu adalah hari-hari terakhir mama hidup..
Tidak ada air mata pernah saya tunjukkan di hadapan mama semasa sakitnya. Bukan karena saya enggak sayang, tapi saya memilih menahannya, dan menunjukkan ke mama bahwa saya kuat, mama harus lebih kuat. Ternyata Tuhan yang lebih berkuasa dari kami semua. Sekuat apapun saya dan mama, Tuhan tahu apa yang lebih baik.
Yaudah, gapapa.
Sampai hari ini, saya masih kangen sama mama. rasanya masih enggak percaya bahwa sekarang saya enggak lagi punya mama. masih berasa ada yang janggal. Dan sedih, sebab mengingat, nanti siapa yang akan mendoakan keselamatan saya setiap hari…
Siapa yang benerin kancing baju saya yang copot
Siapa yang menambal baju saya yang sobek
Siapa yang selalu bisa nemenin saya ke pameran buku
Siapa yang akan angkat abib ke kakinya kemudian nyanyi..”cang uncang angge, mulung muncang kapapangge,…”
Ya saya gak boleh egois. Sekarang atau kapanpun, saya enggak akan pernah siap kehilangan mama.
Kini mama sudah dipeluk Allah, dan itu hadiah buat mama karena telah berhasil jadi ibu yang paling hebat sedunia. I hope mama will be given Allah’s mercy. I wish she will be given paradise as a reward.
And me? I must not grieve too much. Inna lillahi wa inna ilayhi raji’un. We all belong to God, and there comes a time when we must return to Him.
I love u, ma…
aaaahh..min..bacanya mewek..jd kepikiran nyokap n pengen pulang indo..!!
in shaa Allah yang terbaik buat keluarga lo min..banyak beristighfar..in shaa Allah dilancarkan segalanya., Allahummagh firlahaa warhammhaa wa’afihaa wa’fuanhaa…
hehehehe…syukuri selagi msh ada, u dont know what u got till its gone…
Aamiiin yaa Rabb.
Speechless Min. Udah bersimbah air mata ini gue. Jijah sama Ande kaget banget pas gue kasih tau. Buat gue terakhir ketemu nyokap lo pas di pkayparq Kemang itu kan yah. Gue inget banget nyokap lo bilang “jangan larang-larang anak main hujan. Kata siapa hujan bikin sakit? yang penting abis itu mandi air hangat sama minum air hangat. Tante sih nggak pernah larang-larang anak main hujan, rasa bahagia anak itu kan lebih penting” noted banget.
Semoga tante sudah bahagia dan tenang di sana. Dan semoga lo selalu diberikan kelapangan hati.
iya sah, nyokap emang gt. gue belajar parenting ya dari dia. heu..
aaamiiiin..,,
in syaa Allah
Pingin nangiiiiiiss bacanya..
Selamat berpulang ke rumah Allah, tante.. salam buat mama dan mama mertua kesayangan aku ya tante..
heu, jangan nangis. nanti gue ikutan nangis…hehehe
min, pas lo posting di path sebenernya gw pengen nanya dan nelpon lo. cuma gw nya aja terlalu sok sibuk.. gw berduka cita sedalam-dalamnya ya min.. Insya Allah nyokap lo chusnul khotimah.. Allahummagh firlahaa warhammhaa wa’afihaa wa’fuanhaa.. oiya, if you really want to cry, just cry.. supaya ga sesek di dalam hati dan membuncah jadi jerawat atau bisul.. huhu.. doain nyokap lo selalu di setiap salat ya min.. *peluk erat*
hehehe iya gapapa tuup.in syaa Allah aaamiiin…hehehe masih nangis kok tiap solat aja tapinya. Kalo nangis meluku takut makin susah move on…
Yasmiiiinnn… Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Al-baqa lillah. Kekekalan hanya milik Allah. Semoga Mama mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Mendapat aliran pahala yang terus-menerus dari segala amal salih yang ditinggalkan selama di dunia, dan mendapat kesenangan di sisi Allah dari doa anak-anak beliau yang salih dan salihah.
Turut berduka cita, ya, Min T_T
aaamiiin lu, makasih banyak. in syaa Allah…
dear yasmin, turut berduka cita sedalam-dalamnya.. God bless your mother soul. mamamu akan terus ada di hatimu dan semua yang sayang beliau. tetap kuat ya min. semoga bisa cepat memulihkan perasaan dan langitmu nggak abu-abu lagi. may God gives you and your family the strength to overcome the situation. *peluk yasmin*
aaamiiiin,,,,
makasih yaaa debooo…
*pelukBalik*