Hey!!
Ada disini yang suka makan tutut? Keong sawah yang direbus pake banyak bumbu dan rasanya pedessss itu.
Iya, keong yang sama dengan jenis keong buat MAKANAN BEBEK.
(Gambarnya ngambil dari sini, keliatan seksi banget ya ni tutut di gambar ini! hihi.. )
Hihihi…kalo gak tau juga bisa buka disini dan disini.
Saya doyan banget tutut. Seni makan tutut itu ada di saat nyeruput daging dari cangkangnya yang keras. Kebanyakan orang lbh suka dicongkel pake lidi, saya sih lebih seneng nyeruput. Sensasinya itu, sslllrrppp…
Di Sumatera Barat juga ada tuh jenis kerang/keong yang dimakan pake bumbu macam tutut. Namanya pensi. Itu juga saya DOYAN banget. Biasanya diambil dari danau maninjau, yang untuk mencapainya harus melewati kelok-kelok bikin pusing itu.
Haha..
Nah one day, saya pernah ngobrol sama Poento soal Tutut. Karena dia selalu ngelarang saya beli tutut yang ada di Jakarta, pasalnya, menurut dia, keongnya pasti mengandung lebih banyak penyakit ketimbang keong di kampung. Saat dia bercerita, saya jadi kepikiran buat nanya:
“Kerang, keong dan semua yang punya ‘rumah’ itu, berarti direbus hidup-hidup ya?”
Poento mengangguk. “Iya dong, kan pas direbus itu, cangkangnya jadi lebih lunak dan bisa dibuka,”
*petirmenyambar*
Iya ya, sebelumnya saya gak pernah memikirkan. Apa ya, rasanya jadi keong2 itu? bisa ngebayangin gak? Lagi asyik-asyik makan di sawah, tau-tau dicomot, trus dicemplungin ke kuah panas, blebek-blebek dan menderita sampe mati….
*kebanyakannontonfelemkartun*
Tapi iya loh, saya jadi ngebayangin. Kan kalo ayam/sapi, dibelek, dalam hitungan detik langsung mati. Kemudian baru diproses. Lah kalo direbus sampe mati. Hiiiyy…*ngeri*
Saat saya begidik, Poento ketawa. Mungkin dia jadi keingetan, bahwa tiap kali beli ikan hidup di supermarket, habis bilang: “Mas ikan nila nya yah, tiga ekor, potong dua, bersihin” trus saya langsung kabur, karena gak tega liat tu ikan, yang tadinya lagi enak2 berenang, tau2 digetok sampe mati dan gak sampe sejam kemudian ada di dalam freezer dirumah kami. Yes, saya selalu merasa kejam.
Tapi, saya DOYAN banget ikan. Apalagi yang segar begitu.
Apakah statement saya barusan menjadikan saya sebagai orang yang keji dan tidak berperasaan, seperti yang selama ini dikatakan oleh para vegan/vegetarian? *mewek*
Akhirnya si wise Poento bilang: “Tuhan menciptakan hewan-hewan itu, untuk jadi makanan. Kan sudah diatur, mana hewan yang boleh dimakan dan mana yang enggak. Selama Tuhan bilang, hewan itu baik untuk dimakan, Tuhan sudah menggariskan takdir mereka untuk jadi makanan. Kita manusia, diciptakan Tuhan dengan ‘kesempurnaan’, sekarang, liat diri kita sendiri. Dengan memakan mereka, apakah kita jadi sehat? Setelah sehat kemudian jadi berdaya, mampu belajar, mampu berbuat baik, mampu melakukan hal-hal untuk kepentingan banyak orang/segala jenis mahluk Tuhan lainnya? Kalau kita gak mau/mampu jadi seperti itu, barulah kasian binatangnya. Mereka udah mengorbankan nyawanya, untuk sesuatu yang tidak baik…”
Mau nangis gak digituin?
Kalo reaksi saya, langsung nangis sih. Hehehe..biarin cengeng. Emang segala hal yang urusannya sama hewan suka bikin saya sensitif.
Iya ya, saya emang sering gak tega liat binatang dimatiin, meskipun nantinya tersaji dimeja makan dan saya nikmati dengan lahap. Tapi hal ini bukan berarti menjadikan saya sebagai seorang vegetarian.
Enggak sih, saya enggak menganggap vegetarian itu salah. Keyakinan setiap orang, urusannya dengan hati. Dan hati, Cuma Tuhan yang tau. Bukan urusan saya. Saya, disini Cuma bercerita, bahwa menurut saya, Tuhan sudah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan seimbang.
Rantai makanan juga diciptakan oleh Tuhan.
Coba bayangin kalo semua hewan itu herbivora, gak ada yang karnivora. Di Hutan, semua hewan, makan buah dan sayur aja. Udah pasti menyebabkan ketimpangan. Begitu juga dengan manusia, bukan?
Agama saya juga mengajarkan untuk makan makanan yang dihalalkan, dan dilarang mengharamkan makanan yang dihalalkan. Kalo gak doyan sih ya terserah. Hahaha. Lengkapnya soal ini mungkin bisa ngintip disini, kayanya udah lengkap.
Saya peduli hewan. Sangat. insyaAllah akan tetap istiqomah. Aaamiin…
Saya bukan ahli gizi, dan tidak sedang bicara soal kelengkapan gizi. Saya enggak pernah bilang bahwa menjadi vegetarian/vegan, menjadikan seseorang kurang gizi. Hehe..
Yang jelas,saya bukan vegan, bukan vegetarian, dan belum pernah kepikiran untuk menjadi salah satunya. Tapi, saya juga tidak makan daging berlebihan. Saya sarapan buah, anak saya juga. Saya DOYAN sayur, sampe yang pahit-pahit macam leunca (apa sih bahasa Indonesianya? Hihi..), pare dan daun pepaya juga saya doyan banget.
Artinya, saya mencintai diri saya, dan keluarga saya dengan makan sesuai kebutuhan.
Kami berusaha mencukupi kebutuhan mineral, vitamin, protein, lemak, kerbo, dan sebagainya dari hewan, tumbuhan, buah dan segala yang alami telah diciptakan Tuhan. Bukan melulu mesin (a.k.a makanan instan). Supaya kami sehat. Dengan tubuh sehat, kami kuat. Kalau kami kuat, kami bisa membantu orang-orang yang lemah supaya kuat.
Dan semoga semua itu sepadan dengan pengorbanan nyawa para hewan yang kami makan dagingnya…
Demikian menurut pendapat awam saya.
Yours truly
With Love
Si tukang makan yang sekarang masih gendut, dan masih belum kepikiran buat ngurangin makan.
*sambillaripagi* *lanjutberenang*
aku juga suka banget nih makanan, apalagi bulan puasa, menjamur di mana2