(from FB’s notes october 3rd 2009)
Pagi ini, bangun tidur, baca koran..
Masih dalam keadaan setengah sadar saat liat headline ttg kota padang yang diguncang gempa..
Masih dalam keadaan tidak sadar, tapi terkejut saat lihat nama fitriyan zamzami yang tulis ficer soal kota yang panasnya melekat sampai pori2 itu..
Diam.
Letakkan koran di pangkuan.
Memaki..”Damn! Knp bkn gue yang ksana!!”
Akhirnya otak mulai merangkai YM bang stevy tiap ada orderan soal kebutuhan ATM di padang..
” Kan kasian temenmu yg dikirim ksana bisa2 ga punya uang”
“Tulis aja sekarang! Tadi kata iyan, dia harus nyopet biar bisa beli pulsa hape krn ATM nya ga bisa”
Iyan..fitriyan..
Saya bru ingat, kang maman kalo panggil blak kan iyan!! Berarti dia, abang “kembar” saya, manusia dekil itu yang dikirim kesana!
Rasa iri menyeruak di dada..
Ingin sekali saya dikirim kesana, laporkan keadaan langsung dari lokasi, lihat sendiri bagaimana mudahnya Allah memporakporandakan tanah indah sumatera barat untuk sebuah pelajaran berharga, mencium bau tanahnya, menghirup udaranya, rasakan tangisannya, menyentuh dukanya,,
(photo’s taken from http://febiarifstory.blogspot.com )
Kenapa bukan saya?
Sementara saya di jakarta hanya bisa memandangi layar kaca dan membaca surat kabar untuk tahu keadaan disana. Rasakan kepedihannya dari sofa empuk depan televisi, tanpa merasakan langsung rasanya jadi mereka. Duduk di ruang ber AC press room bank indonesia, menanti pengumuman deputi gubernur dan pimpinan bank untuk tahu keadaan operasional bank di kota kripik balado itu..tanpa menyentuh sendiri tanahnya.
Kenapa bukan saya? Kenapa bukan saya? Sejak awal saya dan blak selalu ribut bicarakan betapa syahdunya meliput wilayah konflik, wilayah bencana, cari gambar2 indah dengan kamera kami, dan bantu hilangkan duka dengan pemberitaan maksimal yang bisa kami lakukan..sejak awal saya selalu berebut suara dengannya untuk tinggi2an menunjuk jari agar dipilih kantor untuk dikirim ke lokasi sarat isak tangis..dan dia selalu bilang “pasti kami (saya-nya blak) yang ditunjuk, karena dirimu perempuan pasti kantor tak tega kirim dirimu”
Begitu? Apa benar begitu?
Selain itu memang diluar wilayah liputan saya di desk perbankan, apa perempuan dianggap tak mampu memberitakan wilayah yang pasti berbau mayat seperti itu? Apa saya dianggap tidak kuat? Apa saya dianggap tak bisa?
Padahal ingin betul saya berangkat kesana..
Tapi kemudian, saya teringat kejadian gempa di jogjakarta beberapa tahun silam. Waktu itu saya masih duduk di bangku kuliah. Beberapa manusia dari jurusan saya memutuskan untuk berangkat dan menjadi sukarelawan di wilayah yang juga terkena gempa dahsyat itu. Waktu itu, saya juga ingin betul berangkat. Sebelum akhirnya seorang sahabat mengingatkan saya.
“Lo itu penyakitan mine, nanti disana elo pasti nyusahin. Padahal niat lo ngebantu, tapi nanti yang ada, ngebantu diri lo sendiri aja lo susah!”
Dengar kata-kata itulah yang akhirnya mengurungkan niat saya ntuk brangkat. Iya benar, harusnya saya mengurangi beban penderitaan mereka, tapi dengan kondisi saya yang tidak pernah stabil ini, saya malah akan menyusahkan. Akhirnya saya titipkan saja bantuan maksimal yang bisa saya berikan. Dan berdoa berdoa berdoa, memohon agar sang pemilik jagat mengurangi beban para korban dan memohon agar semua teman-teman saya selamat. Begitu saja.
Iya benar. Mungkin karena itu, Allah tak izinkan saya berangkat. Mungkin porsi saya memang hanya mendengarkan deputi gubernur dan pimpinan bank bercerita. Memberitakannya dengan sedikit tekanan agar cepat2lah mereka itu operasionalkan bank disana. Agar orang tak perlu nyopet, agar bensin tak mahal lagi, agar perbaikan bisa segera dilakukan..
Mungkin Allah ciptakan teknologi televisi buat saya agar saya bisa rasakan dari rumah saja, dan ambil pelajaran berharganya dengan penilaian saya sendiri tanpa merasakan tanah, duka dan menghirup udaranya. Karena disana, saya hanya akan menambah beban..
Blak, memang manusia yang paling paling paling cocok untuk ada disana. Daya tahannya jauh lebih kuat, dan kecerdasannya pasti menghasilkan tulisan-tulisan indah yang dapat membuat orang ingin memberikan semua yang dimiliki untuk membantu saudara-saudara yang dirundung duka di ranah minang..
Huff..
Saya hembuskan nafas yang sedari tadi tertahan, dan meletakkan koran.
Bagaimanapun harus ada yang saya lakukan dari sini, buat mereka. Bagaimanapun, saya yakin, yang saya lakukan juga akan melipur lara tanpa langsung berada disana.
Mungkin cuma sebatas situ gintung saja, lokasi bencana yang mampu saya liput..
Semangat ya blak!!!