(From FB’s note, April 12 2010)
…
Tik tik tik *bunyi tangan saya memencet2 keyboard notebook*
Serius dan konsentrasi mengerjakan project yg gak selesai2, sebuah cerita tentang manusia yang pengen dunia menerima dirinya. Manusia biasa yang mencoba memperbaiki diri, dan meminta agar org2 berhenti menghakimi karena segunung kesalahan yang pernah dia lakukan, buat kasih dia kesempatan lagi untuk hidup normal, punya hak dan kewajiban yg sama seperti semua orang, dipercaya…
Tiba2 jantung saya berdegup, huff jadi ingat, ada orang yg bilang; org yg udah pernah jahat, Udh pernah msk penjara, udah pernah nyakitin orang, selamanya akan jahat. Waktu itu saya nyaris mementokkan kepala si empunya statement ke tembok dengan kejamnya. Dalam hati, ada rasa sesak yang menghujam. Timbul keyakinan setelahnya, itu adalah bentuk kalimat dr orang yang belum pernah ngerasain kepentok atau ngeliat org yang dia sayang kepentok suatu ksalahan besar yang memojokkan. Pendapat saya memang subjektif, tapi sama subjektifnya dengan pendapat orang itu. Dan ruang ini, saya kira, merupakan bagian dari hak saya untuk beropini..
Saya rasa, setiap orang berhak mendapatkan pengampunan, berhak mendapatkan rasa percaya. Apalagi kalo kita belom tau apa masalah sebenernya, cuma prediksi. Khasnya, diawali dengan kata2 “Ah pasti dia ..” Atau “ngapain! Palingan juga dia..”. Dulu, saat gusdur baru aja turun dan digantikan posisinya oleh megawati, ad suara2 sumbang terdengar yang mengatakan bahwa darah gusdur itu halal. Dianggap halal, atau layak dibunuh, adalah karena perbuatan kejinya (yang ga usah dibahas-lah, orangnya juga udh ga ada). Malah pas dia meninggal ada beberapa kalangan yang bersujud karena bersyukur, bahwa si penjahat telah mati. Hati saya sedih. Gimanapun perbuatan dia dulu, saya ngerasa dia masih tetap berhak dimaafkan, dan masih punya hak buat dipercaya. Statement ini, bukan berarti saya melawan hukum secara terang2an, apalagi hukum yang dijalankan dengan proper. Gak. Saya dukung semua bentuk hukuman yang pantas, semua, sampai hukuman mati untuk koruptor, bandar narkoba, dan pembunuh sekelas ryan. Tapi dengan mendukung hukum, bukan berarti tak bisa memaafkan..
Bukan berarti tak bisa memberikan kesempatan..bukan berarti tak bisa kembali percaya..
People change. Itu saya percaya. Semua yang dianggap baik, di dunia kita yang indah ini, punya kemungkinan jadi buruk. Begitu juga sebaliknya. Semua yang dianggap buruk, punya kemungkinan untuk jadi baik. Gimanapun, saya cuma manusia. Saya gak tau dengan benar siapa yang benar dan siapa yang salah. siapa yang menyakiti dan siapa yang disakiti. Jangan-jangan semuanya penyakit. Jangan-jangan semuanya penjahat. Jangan-jangan semuanya malaikat. Karena saya bukan Tuhan, saya gak tau, maka saya anggap saya gak punya hak untuk menghakimi.
Bapak itu, mantan napi. 365. Sekarang keluar karena dapat remisi, setelah ditahan tahunan. Gak ada pekerjaan buat dia, gak ada salam jabat tangan, bahkan anak2 kecil ga boleh dekat2 dia. Padahal dia selalu berusaha membantu semua orang sebagai bentuk permintaan maafnya.
Ibu itu, mantan pecandu waktu mudanya. Sekarang dua anaknya HIV positif. Semua ibu2 di kompleks membentengi diri dan keluarganya dr dia. Padahal kini dia sudah bertobat dan berusaha keras membuktikan pertobatannya dgn tingkah laku.
Siapa di dua kisah itu yg lebih banyak dosanya? Si pelaku kejahatan atau org disekitarnya? Saya gak tau. Saya yakin anda juga gak tau. Kecuali Tuhan baca notes saya. Cuma Dia yang tau, soalnya. Waspada dengan parno, saya rasa, agak berbeda. Seorang sahabat pernah bilang, Ilmu itu luas. Kita gak cuma dapet ilmu disekolah. Tapi juga dari pelajaran kehidupan sendiri, atau dari kehidupan org lain. Jadi apa salahnya ambil pelajaran dr mantan penjahat, supaya semua kita yang kepala batu ini gak kepentok terlalu keras sampai harus ngalamin hukum sosial yang rasanya jauh lebih kejam drpd hukum mati. Hukum sosial yang rasanya mampu bikin orang berdoa siang malam agar dihukum mati saja..
Satire.
Glek glek..saya minum
Tik tik tik..saya kembali kerjakan project ini. Deadline sudah didepan mata.