…yak, Tuhaaaannn…jangan biarkan aku naik KA Ekonomi ada lah doa yang saya panjatkan tiap pagi saat berburu kereta Ekonomi AC jam setengah 8 atau setengah 9 dan sore jam setengah 5 atau 6.15 jakarta-bogor, bogor-jakarta..
tau kenapa? karena kereta ekonomi selalu bikin saya marah!
coba deh, cari..apa yang ga ada di kereta rakyat ini? segala usia? ada. segala lapisan pendidikan? ada. segala lapisan profesi juga ada. dari anak kecil yang hobi menggebah debu karena inisiatif nyapu lantai yang tampaknya percuma disapu sampe pemuda dengan jenggot dan isbal yang jual majalah berjudul gerimis dengan topik yang melulu tentang jihad.
segala aroma juga bisa terasa oleh hidung saya. dari aroma asap rokok djarum super yang renyah, dji samsoe yang menohok hidung, bahkan marlboro light yang mirip aroma ganja linting terbakar plus bau keringat yang semeriwing terbawa angin kencang yang menerobos seenaknya.
terlepas dari segala keragaman itu, ada miris yang menyentak hati. kereta dengan warna favorit saya ini adalah kereta yang bisa diberhentikan paling lama dan seenaknya dimanapun demi menunggu ular-ular naga besar dengan pendingin yang mewah itu lewat. kipas angin yang nyala mati, kadang membuat sesak kala kereta penuh dan saling mendempet layaknya tawaf di depan ka’bah. kalau sudah penuh sesak, sudah itu. bergeser seinci saja, sudah ada yang teriak “aww..” atau menatapi wajah saya dengan muka paling asem se asem aroma ketiaknya. ajaibnya, di sela kemampatan ruang itu masih ada pria yang berusaha lalu lalang dengan keranjang sambil teriak…”JERUK GOPE SEBIJI….”
gila…
tidak ada satupun petugas penagih karcis, tak ada juga petugas yang bisa mencegah tumplekan manusia itu dari duduk di atap serta bergelantungan di pintu. semua kejar waktu, semua kejar uang.karena katanya waktu adalah uang, time is money. hehe
dan begitu itu pemandangan yang saya lihat tiap pagi. sebenarnya, saya ada di arah yang berlawanan dengan keriuhan bak konser slank itu. karena saat semua manusia berbondong menuju jakarta tiap pagi, saya malah menuju bogor. dan ketika sore semua mahluk pekerja itu kembali berkerumun pulang ke bogor, saya malah pulang ke rumah saya di pasar minggu
tapi tetap saja..
penuh tak penuh, kereta api kelas ekonomi tetap ekonomis. dua ribu perak, itu juga kalau mau beli tiket.rangkaian gerbong itu, bagaikan rangkaian peristiwa. sebuah ironi yang berjalan tiap hari dari jaman dulu sampai sekarang. sya seringkali tak bisa menahan marah, lihat kelaparan di wajah orang2 itu. salah, katanya, kalau saya kasih mereka uang. tapi iba, seringkali tak tertahan. dan biasanya, saya ikutan rombongan lelaki2 yang masih berkaki kuat tapi tak mau tinggalkan duduknya saat mengasah akting tertunduk kemudian terpulaskan desiran angin.
saya tutup mata. tutup mata dari semua kejadian itu. bagaimanapun pokoknya saya tutup mata. mau duduk, berdiri, saya tetap terus mencoba alihkan mata dari kenyataan itu. karena kalau saya paksakan melihat, bulir air pasti jatuh terus basahi pipi. iya, saya akui, saya pasti naik KA itu saat mulai kehilangan rasa, dan mata saya akan paksakan rasa untuk terus melihat dan merasakan. tapi, dalam keseharian…gak ah. sya tidak sekuat itu.
saya tidak mau berkomentar, siapa yang salah, atau siapa yang seharusnya bertanggung jawab. saya tidak kompeten untuk itu. meski dalam hati, saya punya opini sendiri. dan itu, sudah itu, begitu saja, tidak bisa lakukan apa-apa lagi selain menggerutu. harapan saya, sebenarnya saya ingin tuliskan dan biar orang baca…tapi, saya toh bukan redaktur yang putuskan itu tulisan bisa naik atau tidak. itu tulisan layak tampil atau tidak. itu tulisan jelas atau tidak. ya jadi begitu saja.
maka, saya akhirnya putuskan, saya naik saja kereta AC Ekonomi yang juga berhenti di tiap stasiun tapi dingin, dan isinya kebanyakan mahasiswa, karyawan dan mereka2 yang jelas memilih bayar 5.500 agar tak berjejal di gerbong milik rakyat itu. biar tak penuh hati saya dengan marah, dan gerutu. biar bisa saya bekerja dengan hati tenang dan kepala dingin sehingga bisa mendengar berbagai keluhan dan menuliskannya dengan baik untuk koran besok. biar tak terus keluar air dari mata saya dan sumpah serapah dalam hati untuk berbagai pihak.
biar saya bisa tenang berdoa lagi, Tuhan…jangan biarkan aku naik KA Ekonomi..